DECEMBER 9, 2022
Kolom

Menggunakan AI untuk Menulis Puisi Esai, Peluang dan Tantangannya

image
Satrio Arismunandar (Foto: koleksi pribadi)

Oleh Satrio Arismunandar*

ORBITINDONESIA.COM - Di era artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan saat ini, rasanya aneh jika kita tidak memanfaatkan aplikasi dan teknologi masa depan yang tersedia meluas itu untuk menulis karya-karya kreatif. Salah satunya adalah menulis puisi esai.

Sebetulnya masih ada pro-kontra di kalangan sebagian penulis fiksi tentang seberapa jauh penggunaan AI ini dibolehkan dalam berkarya. Jawabannya bisa sangat beragam.

Baca Juga: Diskusi SATUPENA, Satrio Arismunandar: Cerita Anak Butuh Karakter yang Menginspirasi dan Mirip dengan Mereka

Namun, jawaban moderat yang masuk akal menurut saya adalah: kita tetap boleh menggunakan AI, sejauh kita memahami kelebihan dan kekurangannya, serta keunggulan dan keterbatasannya. Jadi, tidak mentah-mentah menyerahkan semuanya pada AI.

Menggunakan AI untuk menulis puisi esai dapat memberikan efisiensi dan kreativitas, terutama dalam menciptakan kerangka awal atau eksplorasi ide. AI mampu menghasilkan puisi biasa atau puisi esai dengan cepat berdasarkan tema atau gaya tertentu.  

AI bahkan dapat melakukan eksperimen kata. AI dapat menciptakan kombinasi kata yang unik dan tidak konvensional dalam puisi esai.  

Baca Juga: Diskusi Kreator Era AI, Satrio Arismunandar: Bagi Jurnalis, AI Hasilkan Informasi dengan Cepat Tetapi Tak Selalu Akurat

Selain itu, karena bersifat data-driven, AI bisa memasukkan konteks sosial, sejarah, atau budaya untuk memperkaya narasi puisi esai.

AI juga dapat menyesuaikan gaya penulisan dengan preferensi pengguna. Misalnya, menulis dalam gaya puitis untuk karya fiksi atau analitis. Yang terakhir ini biasanya cocok untuk penulisan esai nonfiksi yang bertopik serius.

Tetapi di sisi lain, AI juga punya kelemahan dalam hal kedalaman emosi. Menulis puisi biasa atau puisi esai membutuhkan empati mendalam, yang sulit sepenuhnya ditiru oleh AI.

Baca Juga: Diskusi SATUPENA, Satrio Arismunandar: Peran Perempuan Dalam Proses Perdamaian di Aceh Sering Diabaikan

Bayangkan, Anda sedang menulis puisi esai tentang derita seorang gadis kecil dan anak yatim, yang menjadi korban kekerasan seksual dan perkosaan. Tak mungkin Anda mengabaikan tuntutan kedalaman emosi dan empati dalam menorehkan narasinya.

Halaman:
1
2

Berita Terkait