Mengapa Puisi Esai Kini Sudah Layak Menjadi Sebuah Angkatan dalam Sastra Indonesia
- Minggu, 15 Desember 2024 17:02 WIB
Bukankah terdapat sebuah pernyataan yang amat terkenal dari seorang T.S. Eliot, bahwa "tidak ada ide yang benar-benar baru", menurutnya karya sastra selalu berhubungan dengan tradisi dan karya-karya sebelumnya.
Istilah hipogram yang dipopulerkan oleh Riffatere juga memiliki substansi yang sama, bahwa keterpengaruhan dalam sebuah karya sastra ada sebuah keniscayaan.
Meskipun puisi esai memiliki kemiripan dengan teknik penyajian karya sastra masalalu, maupun sastra modern, namun puisi esai yang digagas Denny JA tetap tidak sepenuhnya sama.
Titik tekan perbedaan puisi esai dengan yang lainnya yaitu pada keharusan membuat cacatan kaki, sementara karya sastra yang menggunakan catatan kaki sebelumnya lebih bersifat persoalan etis dan cenderung optional saja. Pemarkah puisi esai dengan puisi konvensional lainnya, adalah pelabelan tegas nama “puisi esai” yang merupakan poin yang amat penting yang membedakannya dengan yang lain.
3. Konsep Puisi Berbasis Lokalitas Indonesia
Konsep puisi esai, merupakan hasil pembacaan penggagas dari berbagai fenomena sosio kultural, salah satunya adalah merespon kekayaan tradisi verbal yaitu tradisi tutur seperti kidung, pararaton, kakawin dan hikayat dengan penyertaan stilistika yang komplek yang telah dikenal di era abad pertengahan dalam konteks Indonesia.
Hadirnya puisi esai, seperti gayung bersambut, sekaligus menjawab kelangkaan konsep sastra berbasis keindonesiaan, namun keberadaan puisi esai secara tidak langsung telah berkontribusi pada salah satu persoalan sastra di Indonesia.
Di saat dunia sastra Indonesia mengalami defisit teori dan genre sastra berbasis lokalitas, muncul sebuah genre baru sastra Indonesia.
Tak banyak orang yang bernyali dalam merangkai sebuah konsep baru sebagaimana puisi esai, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Denny JA, karena sejauh ini gagasan-gagasan baru selalu datang dan didominasi oleh barat, terkhusus dalam dunia sastra.
Keberadaan puisi esai ini setidaknya telah memberikan warna baru dalam sastra Indonesia, dengan membawa semangat lokalitas yang terintegrasi dengan isu-isu kontekstual yang mencerahkan.
4. Bertransformasi dari Lokal menuju Global