Mengapa Puisi Esai Kini Sudah Layak Menjadi Sebuah Angkatan dalam Sastra Indonesia
- Minggu, 15 Desember 2024 17:02 WIB
Pada sisi yang lain, gelombang dukungan terhadap kehadiran puisi esai juga cukup besar, baik di kalangan sastrawan, jurnalis, aktivis, akademisi hingga dari kalangan umum yang tidak memiliki latar belakang sastra sama sekali. Intensitas dukungan semakin lama semakin banyak dan luas, dari tingkat sosial rendah hingga tingkat sosial tinggi, dari ujung aceh hingga, papua, hingga dari Indonesia berdiaspora ke negeri jiran Malaysia yaitu Sabah.
Sebuah perkembangan yang sangat positif bagi sebuah genre sastra baru. Festival maupun lomba-lomba secara periodik diadakan. Bahkan sebelum kampanye sastra masuk sekolah baru-baru ini didengungkan oleh Kemendistekristi 2024, puisi esai sekitar tahun 2020 telah disosialisasikan di suatu tempat di Sumatera yaitu di Bangka.
Terlepas dari kontroversi, perdebatan, penolakan dst. sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa puisi esai telah mendorong adanya dinamika dalam kesastraan yang selama ini berjalan pelan. Puisi esai telah membawa sastra Indonesia pada sebuah fase baru dalam sebuah periode sastra. Puisi esai rebirth di tengah-tengah lengangnya situasi kesastraan di Indonesia. Istilah rebirth sendiri dioposisikan dengan reborn dimana keduanya memiliki perbedaan secara semantic.
Rebirth merujuk pada kelahiran kembali sebuah genre sastra yang bukan merupakan sesuatu yang benar-benar baru, reborn merupakan kelahiran yang betul-betul baru kemunculan sastra pasca abad pertengahan di Eropa yang betul-betul baru dan bersih dari residu-residu sastra abad pertengahan.
Melihat adanya sebuah perjalanan yang cukup panjang yaitu antara tahun 2012 hingga kini 2024 artinya sudah 12 tahun perjalan puisi esai menapaki dunia sastra dengan segala macam problematika, namun bagi Denny JA sendiri semua itu bukan sebuah permasalahan besar justru semua itu adalah kebahagiaan. Setelah melalui berbagai beragam pertentangan, perdebatan, diskusi dan ternyata hingga detik ini puisi esai masih terus berkembang secara positif, hal ini dapat dilihat dari berbagai aktivitas kesastraan yang berkait dengan puisi esai, bahkan semakin mengkerucut menjadi sebuah kegiatan periodik dan ikonik.
Timbul kemudian sebuah pendapat, bahwa puisi esai memang layak dan sudah saatnya masuk sebagai angkatan dalam sastra Indonesia. Sebagian orang mungkin akan mencemooh atau berpikir penuh tanya, persis seperti ketika awal kemunculan puisi esai di tahun 2012. Tentu terdapat beberapa argumentasi mengapa sudah saatnya puisi esai masuk dalam periodeisasi sejarah sastra Indonesia. Berikut adalah beberapa alasan utamanya:
1. Ijtihad progresif dalam Perpuisian Indonesia
Puisi esai merupakan bentuk ijtihad progresif, yang dilandasi pada realitas sastra yang saat ini semakin jauh dari pembaca. Puisi esai hadir untuk mencairkan kebekuan komunikasi antara pengarang dan pembaca. Kemunculan puisi esai bukan bersifat tiba-tiba, ia melalui sebuah proses yang sistematis yang sejauh pembacaan penulis belum pernah dilakukan oleh para sastrawan, maupun teoretikus lainnya. Sebelum kemunculan puisi esai Denny JA lebih dulu melakukan sebuah ijtihad berupa riset terbatas tentang kepuisian yang dilakukannya pada tahun 2011.
Riset ini dalam pandangan saya mirip dengan jenis penelitian research and development (R&D) yang awal mulanya digunakan secara luas dalam bidang teknologi dan industri dan kemudian digunakan dalam dunia pendidikan.
Dalam puisi esai need analysis digunakan untuk mengetahui problem atau kebutuhan pembaca. Berdasarkan temuan dari penelitian tersebut, ternyata cukup mengagetkan, karena dari seluruh responden secara signifikan tidak memahami puisi yang disebarkan melalui angket tersebut, namun demikian puisi-puisi kanon seperti karya Chairil Anwar dan Rendra masih dapat dipahami oleh sebagian responden.