Era Artificial Intellegence: Tiga Jenis Penulis dan Teror Mental Putu Widjaya, Sekapur Sirih Denny JA
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 05 Juli 2024 14:05 WIB
Orasi saya itu menggelisahkannya. Melalui WA pribadi, lewat istrinya, Putu ulangi lagi kesannya. Saya cuplik teks itu dan saya edit redaksinya agar lebih mudah dibaca:
“Putu sudah 60 tahun menulis baik drama, cerpen, novel, skenario film dalam rangka teror mental.
“Putu tergugah/terinspirasi oleh testimoni Pak Denny JA yang menyatakan AI sudah mampu menulis fiksi, bahkan yang best seller."
“Putu Wijaya sudah mulai menulis karya-karya Teror Mental sejak 60 tahun yang lalu. Ia tidak mengandalkan bantuan data-data, tetapi mengeksplorasi “rasa.”
“Kehadiran AI mungkin sekali bisa merampas dapur para penulis Indonesia. Putu perlu mengingatkan mereka bahwa anugerah ‘rasa’ dari-Nya bersama dengan seluruh latar belakang adat istiadat dan kearifan lokal penulis Indonesia, adalah kekayaan yang luar biasa.”
“Ini bukan untuk menolak AI, tapi untuk bersparring partner.”
Demikian Putu Widjaya menulis melalui seluler istrinya.
-000-
Teror mental memang semboyan yang diciptakan Putu Wijaya sendiri, sejak tahun 1970-an. Ini menggambarkan gaya penulisannya yang khas dan menantang.
Istilah ini mengacu pada teknik menulis yang bertujuan untuk mengguncang pembaca secara psikologis.