DECEMBER 9, 2022
Buku

Album Penyair SATUPENA Oleh Artificial Intellegence: Pengantar Buku Puisi Sekaligus Album Lagu dari Denny JA

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

ORBITINDONESIA.COM - Mendengar lagu yang diciptakan Artificial Intelligence (AI) di awal Juli 2024, dengan lirik puisi  penyair SATUPENA Jakarta, pikiran saya melayang kepada The Beatles.

John Lennon sudah meninggal di tahun 1980. George Harrison meninggal di tahun 2001. Tapi teknologi AI membuat mereka berdua seolah hidup kembali.

Bersama dua personel The Beatles yang masih hidup: Paul McCartney dan Ringo Starr mereka merekam lagu. Di tahun 2023, lagu itu diluncurkan: “Now and Then.”

Baca Juga: Anwar Putra Bayu: Dunia Anak dalam Lukisan Artificial Intelligence (AI) Denny JA

Suara John Lennon dan petikan gitar George Harrison melalui teknologi AI dihadirkan kembali. Paul dan Ringo melengkapinya.

Selaku penggemar berat The Beatles, Beatlemania, saya merasa itu hal istimewa. Sejak mahasiswa saya mengoleksi lengkap lagu The Beatles.

Ketika Lennon dan George Harrison meninggal, selesai sudah koleksi album mereka. Ternyata teknologi AI mampu menambah koleksi lagu baru The Beatles, 43 tahun setelah wafatnya John Lennon, dan 22 tahun setelah wafatnya George Harrison.

Baca Juga: Shafwan Hadi Umry: Menonton Lukisan Denny JA

Dalam lagu “Now and Then,” Lennon menjadi penyanyi utama.

-000-

Lagu terbaru The Beatles, "Now and Then," adalah upaya teknologi canggih menghidupkan kembali suara John Lennon. AI menyelesaikan sebuah karya yang sebelumnya dianggap tidak mungkin dirilis.

Baca Juga: Denny JA Terbitkan Buku Berjudul: Dengan Science, Memenangkan Pilpes 2024, Transkrip 100 Video Ekspresi Data

“Now and Then" awalnya sebuah demo yang direkam oleh John Lennon pada tahun 1978. Lennon membuat beberapa rekaman di apartemennya di New York, menggunakan boombox.

Rekaman ini menampilkan vokal Lennon dan permainan piano yang sederhana. Pada pertengahan 1990-an, sebagai bagian dari proyek Anthology, anggota The Beatles yang tersisa—Paul McCartney, George Harrison, dan Ringo Starr—berusaha untuk mengembangkan demo ini menjadi lagu yang lengkap.

Mereka berhasil menyelesaikan dua lagu lain dari demo Lennon. Yaitu “Free as a Bird" dan "Real Love.” Tetapi "Now and Then" tidak berhasil diselesaikan karena berbagai masalah teknis dan kualitas rekaman yang buruk.

Baca Juga: Deden Ilhamoedin: Sehari dalam Lukisan Denny JA

Teknologi AI pertama kali digunakan oleh sutradara Peter Jackson dalam film dokumenter "Get Back" (2021). AI digunakan untuk memisahkan suara John Lennon dari rekaman kaset lama yang berkualitas buruk. Teknik ini memungkinkan isolasi vokal Lennon dari latar belakang suara lainnya.

Teknologi AI yang dipakai dalam proyek ini dilatih untuk mengenali dan mengisolasi elemen suara tertentu. Misalnya, suara vokal John Lennon—untuk dibedakan dari instrumen lainnya.

Ini melibatkan pelatihan neural network yang dapat membedakan antara berbagai jenis suara dalam rekaman dan memurnikan suara yang diinginkan.

Baca Juga: Mengapa Mengurung Pikiranmu di Sangkar?: Pengantar Buku Lukisan dengan Artificial Intelligence Karya Denny JA

Setelah isolasi vokal yang bersih diperoleh, McCartney dan tim produksi dapat menggabungkan vokal ini dengan instrumen yang dimainkan oleh anggota The Beatles yang masih hidup.

Mereka memakai teknik mixing modern untuk menciptakan sebuah rekaman yang terdengar alami dan kohesif.

Dengan memakai teknologi AI, Paul McCartney dan Ringo Starr dapat menyelesaikan lagu ini.

-000-

“Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) bukan sekadar sebuah kemajuan, namun merupakan perubahan paradigma. AI memiliki potensi untuk mengubah industri musik menjadi ekosistem yang dinamis.”

Demikianlah artikel dari majalah Forbes, 5 Des 2023: Orchestrating The Future—AI In The Music Industry. (1)

Forbes menulis: “AI mencakup semua aspek industri. Dari cara musik diciptakan dan diproduksi hingga cara musik dikonsumsi dan dinikmati. AI membantu musisi untuk menulis, merekam, dan mencampur musik dengan lebih efisien dan kreatif.”

“AI juga digunakan untuk mempersonalisasi pengalaman mendengarkan musik bagi para penggemar dan untuk menemukan artis serta genre baru.”

Di era teknologi yang semakin maju, kolaborasi antara seni dan teknologi membuka banyak kemungkinan baru. Salah satu perkembangan menarik, AI membantu penyair melihat puisi mereka berubah menjadi lagu.

Maka penyair seperti Denny JA, Akmal Nasery Basral, Eka Budianta, Sari Narulita, Linda Djalil, Menur Hayati Adiwiyono, Nia Samsihono, Dwi Sutarjantono, Ellyviani Ekaputri Wulandari, Yudha Kurniawan, Pipiet Senja, Masya Firdaus, Dyah Tinggeng, Della Red Pradipta, dan H. Abustan, kini memiliki album lagu bersama.

Akmal Nasery Basral berkolaborasi dengan AI bereksperimen mengubah puisi menjadi lagu. Dalam proyek ini, AI digunakan untuk mengkomposisi musik yang sesuai emosi dan tema dari puisi.

Proses ini melibatkan analisis mendalam terhadap kata-kata dalam puisinya. Akmal perlu memahami ritme, intonasi, dan pesan yang ingin disampaikan.

AI kemudian mengaransemen musik yang tidak hanya mendukung tetapi juga memperkaya makna dari kata-kata tersebut.

Nia Samsihono, yang memimpin proyek ini sebagai Ketua Satupena Jakarta, memainkan peran kunci.

Ia mengoordinasikan kolaborasi para penyair agar lahir sebuah karya yang unik.

Ini karya yang tak pernah terjadi dalam sejarah Indonesia sebelumnya. Penyair mendengar puisinya menjadi lagu dengan bantuan AI.

Album lagu ini tidak hanya menghasilkan karya seni baru. Ia juga mengeksplorasi batas-batas kreativitas manusia dan teknologi.

Untuk puisi saya, beberapa kali Akmal mencari gaya musik yang sesuai. Puisi saya agak sedih tentang penganut agama minoritas yang dipersekusi. Anak kecil itu bertanya pada ibunya: “Siapa Yang Membela Kita?”

Pada awalnya saya mendapatkan gubahan lagu yang menghentak untuk puisi saya itu. Ini gaya musik soal kepedihan yang enerjik.

Saya teks bro Akmal lewat pesan di WA: “Bro, saya memilih gaya musik yang lebih lambat, yang dinyanyikan wanita dengan menyentuh hati.”

Akmal pun mengubah aransemen lagu sesuai permintaan saya.

-000-

AI tidak hanya menjadi alat teknologi, tetapi juga kekuatan transformasional yang mengubah berbagai aspek industri musik.

Berikut tiga isu besar di mana AI akan mengubah industri musik di masa depan:

1. Demokratisasi Penciptaan Musik

Musik telah lama menjadi medium ekspresi kreatif yang, sampai sekarang, sering kali terbatas pada mereka yang memiliki keterampilan teknis dan pelatihan formal.

AI mengubah dinamika ini. Ia menjadikan musik lebih inklusif dan aksesibel bagi siapa saja, terlepas dari latar belakang atau kemampuannya.

AI menyediakan alat yang memungkinkan siapa saja untuk menciptakan musik dengan mudah.

Platform seperti Amper Music, Udio, dan AIVA memungkinkan pengguna untuk menghasilkan melodi, harmoni, dan bahkan aransemen lengkap dengan sedikit usaha.

Ini memungkinkan individu yang sebelumnya tidak memiliki akses atau kemampuan teknis untuk mengekspresikan diri mereka melalui musik.

Kreativitas menjadi lebih inklusif, memungkinkan lebih banyak suara dan perspektif baru masuk ke dalam ekosistem musik.

Dengan AI, lebih banyak orang akan dapat berpartisipasi dalam pembuatan musik, yang akan memperkaya keragaman kreatif dan membawa inovasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Musik tidak lagi menjadi domain eksklusif, tetapi milik semua orang.

2. Kolaborasi Kreatif yang Lebih Dalam

Di dunia yang semakin terhubung, kolaborasi kreatif menjadi kunci untuk inovasi. AI berperan sebagai katalis dalam memperdalam kolaborasi antara manusia dan mesin, serta antara seniman dari berbagai disiplin ilmu.

AI dapat berfungsi sebagai partner kreatif yang membantu musisi dalam proses komposisi dan produksi. AI dapat memberikan ide-ide baru, menganalisis tren, dan bahkan membantu dalam menulis lirik.

AI memungkinkan kolaborasi interdisipliner yang lebih luas. Musisi dapat bekerja bersama seniman visual, penyair, dan ahli teknologi untuk menciptakan karya seni multimedia yang kompleks dan inovatif.

Kolaborasi yang lebih dalam dan luas ini akan menghasilkan karya yang lebih inovatif dan multidimensional. AI memungkinkan integrasi yang lebih lancar antara berbagai bentuk seni, menciptakan pengalaman yang lebih kaya dan menarik bagi audiens.

3. Personalisasi dan Pengalaman Mendengarkan yang Dipersonalisasi

Di era digital, personalisasi menjadi esensi dari pengalaman pengguna. AI memungkinkan penciptaan pengalaman musik yang lebih personal dan intim, yang disesuaikan dengan preferensi dan kebutuhan individu.

Algoritma AI dapat menganalisis perilaku mendengarkan pengguna untuk memberikan rekomendasi musik yang lebih akurat dan relevan. Ini tidak hanya meningkatkan pengalaman mendengarkan tetapi juga membantu artis menemukan audiens yang tepat.

AI juga dapat digunakan untuk menciptakan musik yang benar-benar personal, seperti musik yang disesuaikan dengan suasana hati atau aktivitas tertentu.

Misalnya, AI dapat menciptakan soundtrack personal untuk meditasi, olahraga, atau bekerja.

Personalisasi akan menjadi kunci dalam pengalaman musik masa depan. Setiap pengguna dapat memiliki "soundtrack hidup" yang unik. Ini tidak hanya meningkatkan keterlibatan tetapi juga membuka peluang baru bagi artis untuk terhubung dengan audiens mereka pada tingkat yang lebih dalam dan lebih personal.

-000-

Maka terhidanglah di hadapan kita buku puisi yang tak biasa. Satupena Jakarta melahirkan karya berjudul “Ketika Nada dan Kata Berjumpa.”

Dalam buku puisi ini, kita tak hanya dilezatkan oleh kata. Kita juga digurihkan oleh nada. Ini buku pertama dalam jenis ini di Indonesia, mungkin juga di dunia.

Buku ini memang anak kandung zamannya, zaman ketika Artificial Intelligence bisa mengubah puisi menjadi lagu, dan mengubah kata menjadi nada.***

3 Juli 2024

CATATAN

(1) Forbes Magazine: Orchestrating The Future—AI In The Music Industry

https://shorturl.at/XxCGH

Berita Terkait