In Memoriam Abdul Hadi WM: Penulis Besar Selalu Hidup Melalui Karyanya
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 19 Januari 2024 11:34 WIB
Namun biarlah pro dan kontra itu terus terjadi dan perdebatan berkembang.
-000-
Kini di hadapan kita hadir kumpulan sajaknya yang baru dan segar yaitu Jiwa Yang Berzikir dengan sub-judul 30 Puisi Esai Mini di 30 Sahur (2018).
Baca Juga: Puisi Syaefudin Simon: Wiji Thukul
Sajak- sajak dalam kumpulan ini secara menyeluruh membawa kita mengembara ke alam pikiran lain, yaitu alam pikiran religius dan sufistik.
Bersamaan dengan itu pula Denny JA menggeser pengertian puisi esai dari sajak-sajak yang semata menekankan masalah sosial ke sajak-sajak yang menjelajahi masalah religius dan sufistik, tetapi tidak meninggalkan masalah sosial.
Boleh jadi sajak-sajak dalam kumpulan ini memang pantas disebut sebagai saja-sajak sosial religius atau sosial sufistik. Ini bisa dilihat pada misalnya metode dan wawasan estetika penulisan sajaknya.
Baca Juga: VIRAL, Video Gus Mus Baca Puisi: Ada Republik Rasa Kerajaan, Sindir Siapa Ini?
Dia seolah ingin mengatakan bahwa sajak lebih dari sekadar permainan kata-kata yang indah dan memukau, dan juga lebih dari sekadar ungkapan perasaan yang individualistik.
Baginya sajak adalah juga merupakan media pengajaran atau juga merupakan hasil renungan penyajak terhadap pengalaman batinnya sendiri. Khususnya pergolakan batinnya.
Salah satu metode yang ditempuh oleh ahli tasawuf atau sufi dalam melahirkan sajak ialah dengan meditasi atau tafakkur. Kemudian mengaitkan pengalaman keruhaniannya dengan ayat-ayat dalam Al Quran.
Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah
Atau bisa juga melalui perenungan dan penafsiran terhadap ayat-ayat Al Quran dengan metode takwil atau tafsir keruhanian. Hasil penafsiran kemudian ditransformasikan ke dalam ungkapan estetik sastra atau puisi.