Catatan Denny JA: Jika Sebuah Nada Diberi Hak
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 13 Juni 2025 08:14 WIB

Celakanya, UU kita belum sepenuhnya mengatur benturan antara dua sistem itu. Akibatnya, konflik seperti Keenan–Vidi menjadi semakin personal, padahal akarnya adalah kebingungan sistemik.
-000-
Tapi ada satu hal yang lebih hakiki: hak moral.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Api Itu Menyatukan Kita
Pencipta berhak menjaga makna dan integritas karyanya. Ia bisa menolak jika lagunya diubah makna, dijadikan jingle politik, atau dinyanyikan tanpa konteks yang sesuai.
Hak moral adalah suara hati yang dilindungi hukum. Karena seni, sejatinya, lahir dari batin. Dan batin berhak dihormati.
-000-
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA Menyambut Waisak: Bunga Meditasi untuk Tina Turner
Tahun 2000-an mengguncang sistem. Napster membuat musik gratis. Industri rekaman runtuh. Tapi dari reruntuhan itu lahir Spotify, YouTube, Apple Music. Sistem baru: micro-royalty—dibayar tiap kali lagu diputar, meski hanya beberapa sen.
Namun, pembagian keuntungan menimbulkan kegelisahan. Komposer kecil merasa diabaikan. Maka muncul gerakan: #PaySongwriters.
Sistem ini bekerja, tapi belum adil sepenuhnya. Yang kuat tetap dominan, yang lemah tetap harus bersuara lebih keras untuk didengar.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Kecerdasan Spiritual Pun Menjadi Kecerdasan Terpenting
Hari ini, tantangan baru datang dari AI dan NFT.