Pentingnya Melek Finansial Sejak Dini di Era Serba Digital
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Jumat, 30 Mei 2025 11:00 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Di era serba digital, generasi muda hidup dengan akses informasi dan teknologi yang belum pernah seluas ini sebelumnya.
Namun, kemudahan yang ditawarkan internet dan aplikasi keuangan digital tak jarang menimbulkan tantangan baru, salah satunya adalah meningkatnya risiko terjerat utang digital akibat minimnya literasi finansial.
Bukan rahasia lagi bahwa mahasiswa dan anak muda umumnya menjadi salah satu segmen yang paling rentan. Banyak dari mereka mulai mengenal dunia keuangan bukan dari edukasi formal, melainkan dari pengalaman langsung, entah karena kebutuhan mendesak, gaya hidup, atau sekadar mengikuti tren.
Baca Juga: Zahid Asmara: Perlu Perkuat Literasi Finansial Digital Agar Terhindar Dari Jeratan Judi Online
Sayangnya, tidak semua keputusan finansial diambil dengan pertimbangan matang. Akibatnya, utang, termasuk dari layanan pinjaman online alias pinjol bisa menjadi jebakan yang menghantui masa depan mereka.
Menyadari tantangan ini, berbagai pihak mulai mengambil peran dalam meningkatkan kesadaran finansial generasi muda. Salah satu upaya menarik datang dari forum edukasi bertajuk Muda Paham Fintech 2025 yang digelar di Universitas Amikom Yogyakarta pada akhir Mei 2025.
Acara ini bukan ajang promosi layanan keuangan digital, melainkan sebuah ruang dialog kritis antara mahasiswa dan pelaku industri untuk membahas bagaimana anak muda bisa menjadi pengguna layanan keuangan yang cerdas, kritis, dan bertanggung jawab.
Baca Juga: Praktisi Digital Motulz Anto Bagikan Kiat Pada Pelajar Agar Tak Terjebak "Zona Nyaman" AI
Salah satu pembicara, Arnoldyth Rodes Medo, yang juga CEO PT Smartec Teknologi Indonesia, menyampaikan bahwa edukasi finansial harus menjadi fondasi dalam penggunaan teknologi keuangan.
Ia menekankan pentingnya transparansi, keamanan data, dan kemampuan memahami risiko sebagai bekal utama sebelum terlibat dalam transaksi finansial digital. Dalam pemaparannya, ia mengajak mahasiswa untuk tidak hanya paham cara menggunakan aplikasi keuangan, tetapi juga mampu mengelola uang, merencanakan pengeluaran, dan membedakan kebutuhan dari keinginan.
Ia juga menekankan urgensi pemahaman terhadap layanan pinjaman digital di tengah maraknya penggunaan platform keuangan daring di kalangan mahasiswa.
Baca Juga: Tokopedia dan TikTok Sebut Perempuan Kian Berdaya pada Era Digital
“Perlu ada mitra yang mendampingi generasi muda dalam membangun kebiasaan keuangan yang cerdas dan bertanggung jawab. Edukasi adalah fondasi utama,” katanya.
Pesan utama yang mengemuka dari forum ini sangat jelas bahwa literasi finansial bukan untuk menjauhkan anak muda dari layanan digital, tetapi untuk membekali mereka dengan daya kritis dan kemampuan mengambil keputusan.
Dunia keuangan digital bukan dunia yang harus dihindari, tetapi dunia yang harus dipahami dengan baik. Tanpa pemahaman yang cukup, teknologi bisa berubah dari alat bantu menjadi sumber masalah.
Literasi keuangan
Fakta yang harus disadari bahwa data masih menunjukkan kesenjangan besar. Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK 2022, indeks literasi keuangan nasional baru mencapai 49,68 persen.
Kelompok usia muda masih tergolong rentan karena minimnya pengalaman dan paparan terhadap edukasi finansial yang komprehensif. Ini berarti sebagian besar anak muda di tanah air belum memiliki pemahaman yang cukup untuk membuat keputusan finansial secara bijak, padahal akses terhadap layanan keuangan justru semakin mudah.
Dalam situasi seperti ini, literasi keuangan harus menjadi urgensi nasional. Kampus, organisasi mahasiswa, media, dan industri keuangan harus bersinergi untuk membangun ekosistem edukatif yang memperkuat daya tahan finansial generasi muda.
Ini bukan hanya soal menghindari pinjaman ilegal atau jebakan bunga tinggi, tetapi tentang membentuk karakter generasi yang mandiri, bijak, dan siap menghadapi tantangan ekonomi ke depan.
OJK sendiri juga terus mendorong literasi digital dan edukasi publik agar masyarakat lebih paham mengenai bahaya dan jebakan judi online.
Baca Juga: Bank Indonesia dan Pemkot Manado, Sulawesi Utara Percepat Digitalisasi Daerah
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan upaya perlindungan dilakukan untuk tujuan tidak hanya menghentikan aliran dana ke platform ilegal, tetapi juga membentuk masyarakat yang lebih kritis, cerdas secara finansial, dan tahan terhadap bujuk rayu perjudian daring.
Untuk itu, generasi muda khususnya mahasiswa yang memiliki pemahaman keuangan yang baik diharapkan akan lebih mampu mengatur anggaran hidup, menabung, merencanakan masa depan, dan bahkan membangun usaha sendiri.
Sebaliknya, tanpa literasi, akses yang terlalu mudah terhadap uang justru bisa menjerumuskan mereka pada perilaku konsumtif dan ketergantungan utang.
Baca Juga: Acer Edu Summit Asia Pasifik 2025 Soroti Manfaat AI dalam Pendidikan dan Persiapan Era Digital
Perlu digarisbawahi, menjadi paham finansial tidak berarti harus menjadi pakar ekonomi. Yang dibutuhkan adalah kesadaran dasar untuk tahu cara menyusun anggaran bulanan, mengenal risiko utang, memahami hak dan kewajiban sebagai pengguna layanan keuangan, serta punya kebiasaan menabung dan merencanakan pengeluaran.
Edukasi keuangan yang ideal bukan hanya bersifat teoritis, tapi juga kontekstual yang berangkat dari realitas anak muda. Misalnya, bagaimana mengelola keuangan sebagai anak kos, bagaimana menyisihkan uang jajan untuk kebutuhan tak terduga, hingga bagaimana memanfaatkan teknologi keuangan dengan aman dan bertanggung jawab.
Forum-forum seperti Muda Paham Fintech 2025 perlu didorong untuk menjadi gerakan kolektif, bukan hanya agenda sesaat.
Baca Juga: Penjualan Produk Digital China Naik Berkat Dukungan Subsidi Pemerintah
Apalagi didasari pada kenyataan bahwa pada 8 Mei 2025, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sudah mengungkap bahwa Desk Pemberantasan Judi Daring yang melibatkan 22 kementerian/lembaga telah menangani 1.271 kasus sejak dibentuk pada 4 November 2024.
"Ada 1.271 kasus yang ditangani, dan 1.456 orang yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Kapolri.
Selain itu, Polri juga telah memblokir 895 rekening dengan aset sekitar Rp133,5 miliar, serta menyita 4.820 rekening senilai Rp328,78 miliar serta obligasi berjumlah Rp276,5 miliar.
Baca Juga: Gaduh Ijazah Palsu dan Demokrasi Digital
Dalam konteks ini, generasi muda terlebih mahasiswa dalam perkembangannya tidak boleh lagi menjadi sekadar pengguna layanan keuangan, tetapi calon pengambil keputusan ekonomi masa depan.
Maka memberikan mereka pemahaman yang baik hari ini akan berdampak besar pada kualitas keputusan yang mereka ambil di masa depan baik sebagai individu, pemimpin komunitas, maupun pembuat kebijakan.
Melek finansial sejak dini adalah bentuk investasi sosial yang berjangka panjang. Bukan hanya menyelamatkan individu dari risiko, tetapi juga menciptakan masyarakat yang lebih tangguh dan sejahtera.
Baca Juga: China Luncurkan Rencana Aksi untuk Rantai Pasokan Digital dan Cerdas
Karena sejatinya, keberdayaan ekonomi tidak selalu dimulai dari berapa banyak uang yang dimiliki, tetapi dari bagaimana seseorang memahami, mengelola, dan bertanggung jawab terhadap uangnya.
Kini saatnya semua bergerak dari sekadar menggunakan teknologi keuangan menuju pemahaman yang lebih mendalam atasnya.
Karena ketika generasi muda benar-benar paham, mereka tidak akan mudah terjebak, mereka justru akan memimpin perubahan yang mengawal masa depan bangsa ke arah yang lebih cerah.
Baca Juga: Wapres Gibran Rakabuming Raka Tekankan Hilirisasi Digital, Sebut Data Sebagai "Minyak Baru"
(Oleh Hanni Sofia) ***