Lomba Karya Forum Kreator Era AI, Upaya Meningkatkan Literasi
- Rabu, 04 Desember 2024 08:44 WIB
Oleh: Elza Peldi Taher
ORBITINDONESIA.COM - Forum Kreator Era AI baru saja mengadakan lomba menyambut Sumpah Pemuda. Lomba berhadiah total 50 juta Rupiah itu, me-review Puisi Esai Denny JA, “Nasionalisme di era Digital” diikuti oleh 941 peserta. Jumlah itu tergolong cukup banyak mengingat tema yang dibuat adalah tema yang tergolong “berat” untuk ukuran anak generasi Z.
Hal yang unik dari lomba ini terletak pada jenis lomba yang dihadirkan, yakni lomba video baca puisi, lomba menulis esai, dan lomba melukis dengan bantuan Artificial Intelligence. Meskipun lomba-lomba seperti ini sudah biasa dilakukan, lomba melukis dengan bantuan AI adalah hal yang baru dan menarik. Mungkin ini pertama kalinya sebuah lomba karya secara tegas menyebutkan penggunaan AI dalam melukis.
Baca Juga: Denny JA Resmikan Program Kelas Kreator Cerdas Artificial Intelligence di SMK Muhammadiyah Cepu
Datangnya Era Artificial Intelligence
Di luar dugaan, peserta lomba melukis dengan bantuan AI, ternyata cukup banyak. Apa artinya ini? Artinya datangnya era kecerdasan buatan (AI) sudah tak terhindarkan. Ia kini berada di halaman rumah kita, masuk dengan cepat dan tak terduga, seperti badai yang datang tanpa tanda-tanda. AI membawa peradaban baru yang lebih cepat, lebih efisien, yang tak terbayangkan sebelumnya. Para kreator—penulis, pelukis, penyair, dan semua yang bergerak di dunia seni—harus siap menyambutnya. Tidak ada waktu untuk ragu, karena mereka yang menunda akan tertinggal dalam riuhnya arus perubahan. Seperti air yang terus mengalir, AI sudah merasuk ke dalam setiap celah kehidupan, menciptakan peluang baru. Mempelajari AI bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan yang tak terelakkan. Para kreator harus beradaptasi dan memanfaatkan teknologi ini sebagai alat baru, bukan ancaman. Seperti seorang pelukis yang memegang kuas, kita juga harus memegang teknologi ini dengan bijak untuk menciptakan karya yang lebih besar. AI bukanlah musuh, melainkan mitra yang dapat membuka pintu dunia baru bagi imajinasi kita.
Menurut dewan juri, Monica JR, yang selama tiga tahun telah menekuni AI, kebanyakan yang mengirimkan lukisan AI, belum menguasai seni prompting yang mendalam dan mendetail. Terasa bahwa mereka hanya menggunakan prompt sederhana, sehingga gambar dihasilkan (atau generated) seragam dengan banyak karya lainnya. Antropomorfisme dari AI tool yang sama, akan menghasilkan nada gambar yang serupa juga. Yang menonjol juga pendetailan gambar. Banyak hasil lukisan karya partisipan tidak merevisi wajah dan bentuk, karena AI tools kebanyakan (apalagi yang tidak berbayar) akan menghasilkan gambar wajah yang general. Hanya beberapa saja yang terasa sudah lebih advance keahliannya dalam menggunakan AI, karena terlihat dari hasilnya, mereka pasti menggunakan lebih dari satu AI tool dan memiliki sense graphic designer atau pelukis. Meskipun demikian, secara keseluruhan, menurut Monica JR, dari lomba Lukisan AI ini tergambar bahwa animo masyarakat Indonesia mengenai pengunaan AI sudah cukup tinggi, walau belum dilengkapi dengan kemampuan prompt yang mendalam.
Baca Juga: ASEAN: Literasi Artificial Intelligence Penting Untuk Transformasi Ekonomi Global
Pengaruh AI Dalam Menulis
Bagaimana pengaruh AI dalam menulis? Sebagai satu dari enam dewan juri, saya melihat pengaruh AI terhadap penulis terlihat jelas dalam dua kelompok yang berbeda. Penulis-penulis mapan, yang telah memiliki gaya dan ciri khas dalam penulisannya, tetap tampil dengan gaya menulis mereka sendiri. Meskipun mereka mungkin menggunakan AI sebagai alat untuk mengumpulkan data atau informasi tambahan, referensi mereka tetap mengarah pada buku-buku klasik dalam ilmu sosial seperti karya Ben Anderson, Herbert Feith, dan Johan Galtung, Miriam Budiardjo atau Sartono Kartodirjo. Gaya menulis mereka tak tampak pengaruh AI sama sekali.
Sementara bagi penulis pemula, pengaruh AI terasa lebih kentara. Sebagian menggunakan AI dalam proses penulisan, namun tidak melakukan penyuntingan bahasa secara menyeluruh. Hasilnya sering kali adalah teks yang panjang, berbelit-belit, dan cenderung mengulang-ulang informasi. Di sisi lain, ada juga penulis yang lebih teliti, melakukan editan dan perbaikan terhadap gaya bahasa AI agar tulisan mereka menjadi lebih ringkas dan mengalir dengan lebih alami.
Meningkatkan Literasi
Menurut PISA (Programme for International Student Assessment) yang dilakukan oleh OECD, Indonesia relatif rendah dalam hal literasi membaca dibandingkan dengan negara-negara lain, baik di ASEAN maupun dunia. PISA 2018, misalnya, menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat bawah dalam hal literasi membaca dan matematika dibandingkan dengan negara-negara OECD dan negara tetangga di Asia Tenggara.