Diskusi Kreator Era AI, Khairul Jasmi: AI Perlu Sebagai Perkakas Kerja, Bukan untuk Curahkan Isi Pikiran
- Penulis : Mila Karmila
- Jumat, 22 November 2024 13:13 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Sebagai jurnalis, AI (artificial intelligence) atau kecerdasan buatan mungkin perlu sebagai perkakas kerja, tetapi bukan untuk mencurahkan isi pikiran. Hal itu dikatakan jurnalis dan penulis Khairul Jasmi.
Khairul Jasmi menjadi narasumber dalam diskusi daring Pemanfaatan AI Dalam Dunia Jurnalistik, yang diadakan di Jakarta, Kamis malam, 21 November 2024.
Diskusi dengan pembicara Khairul Jasmi itu diadakan oleh Kreator Era AI berkolaborasi dengan Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA. Diskusi itu dipandu oleh Elza Peldi Taher dan Mila Muzakkar.
Khairul Jasmi, yang juga Pemimpin Redaksi Singgalang dan anggota Forum Pemred itu mengatakan, jika pilihan kerja atau bakat kita adalah menulis atau menjadi wartawan, maka sebaiknya menghindari AI.
Khairul yang juga penguji UKW (uji kompetensi wartawan) mengakui, “AI perlu sebagai mesin pencari informasi, asal Anda tahu apa yang dicari.”
Khairul bahkan dengan tegas menyatakan, “Jika bahan yang akan ditulis diserahkan pada AI, sebenarnya hari itu Anda sudah berhenti jadi wartawan.”
Khairul tampak sangat hati-hati dalam memberi peran informasi pada AI. “Jika membiasakan salin tempel (copy paste), saat itu Anda sudah berhenti jadi wartawan yang sesungguhnya,” ujarnya.
Menurut Khairul, jurnalis boleh mengambil informasi dari AI, tetapi informasi itu harus diolah lagi. “Jurnalis harus bertolak dari terminal fakta, data, dan angka. Jangan mengarang,” ucapnya.
Berdasarkan pengalamannya, Khairul mengungkapkan, bahasa seorang jurnalis harus kuat dan hal itu menjadi ciri khasnya.
“Bagaimana mungkin AI bisa melakukan hal ini? Sebab tiap individu itu unik. Ciri khas seseorang itu pada gilirannya menjadi ciri khas medianya, dan bahkan jadi brand media tersebut,” lanjut Khairul.
Khairul menjelaskan, ciri khas penulisan itu terbentuk dari karakter individu. Karakter terbentuk karena proses berpikir. Proses berpikir dipengaruhi kebudayaan, sedangkan kebudayaan terbentuk karena bahasa.
“Bahasa tulis jurnalis itu ibarat pedang di tangan pesilat, menyatu, tidak memberatkan. Bahasa adalah kawan setia wartawan,” tutur Khairul.***