Seminar Kemajuan Teknologi Kreator Era Artificial Intelligence di Sumatra Barat Jadi Ajang Berbagi Pengalaman
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 06 Oktober 2024 17:41 WIB
ORBITINDONESIA.COM - AI adalah kecerdasan buatan, cabang ilmu komputer yang berfokus kepada pengembangan sistem yang dapat melakukan tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia. Sehingga dapat mempermudah atau membantu manusia dalam berbagai aspek kehidupan.
Salah satunya dalam bidang seni dan kepenulisan. Saat ini telah banyak karya yang dikembangkan menggunakan teknologi ini. Sekalipun banyak pula yang menyalahgunakan, tetapi di tangan yang tepat, ia adalah busur yang dapat melesatkan anak panahnya.
Demikian intisari yang disampaikan dua pembicara, yakni Muhammad Ishak Fahmi, praktisi hukum/ budayawan dan Leni Marlina, dosen UNP/penulis, pada Seminar Kemajuan Teknologi Kreator Era Artificial Intelligence (AI) di Sumatra Barat, Hadapi Tantangan dan Peluang Kreativitas, di gedung Balai Pelestarian Kebudayasan wilayah III Sumbar, Sabtu, 5 Oktober 2024.
Baca Juga: Denny JA akan Luncurkan Kelas Kreator Cerdas Artificial Intelligence di SMK Muhammadiyah Cepu
Ishak menyampaikan tiga hal yang tidak boleh ditinggalkan dalam berkarya di era AI yakni moral, etika dan hukum. Karya adalah satu hasil dari sebuah kreativitas manusia. Maka penting untuk mendaftarkan karya kita agar terhindar dari plagiat. Jangan sampai kita yang berjuang, orang yang menikmati.
Siapa saja bisa berkarya di era artificial intelligence ini. Pertanyaannya, mau atau tidak kita menggunakan alat AI untuk mempercepat kerja kita atau kita tetap mempertahankan pola konvesional.
"Pengkarya seni, budaya, ekonomi, dan lain-lain boleh menggunakan AI tapi harus memegang tiga pakem tersebut. Kita harus jujur dan tidak memicu konflik SARA. Mau pakai jalan tol atau jalan biasa untuk berkarya?" ujarnya pada peserta.
Baca Juga: Denny JA Resmikan Program Kelas Kreator Cerdas Artificial Intelligence di SMK Muhammadiyah Cepu
Leni Marlina juga memperkuat dan menceritakan pengalamannya mengajar sastra yang berkaitan dengan AI. "Jika kita harus cerdas memanfaatkan AI, bukan hanya mempercepat kerja kreatif kita tetapi juga bisa memperluas jaringan karya. Di mana pun di dunia ini bisa membaca karya tulisan kita ketika kita memanfaatkan AI," ujarnya.
"Dulu mahasiswa jika disuruh bikin puisi dua minggu nggak kelar-kelar tapi setelah ada AI lebih cepat. Karena bisa menginspirasi. Namun jujur, apakah AI merusak menulis puisi? Semua terpulang pada kita, sama seperti menggunakan pisau, sederhana saja contohnya. Akan merusak atau membantu?" tanya Leni pada peserta seminar yang antusias bertanya.
Seminar yang dirancang dua jam itu baru berakhir tiga jam kemudian. Seminar dihadiri tokoh dari LKAAM, Forum Siti Manggopoh, SATUPENA Sumbar, Anggota Forum KEAI, mahasiswa Unand dan UNP, guru , penulis, sastrawan, wartawan, dan Vice President VILTA Australia dengan jumlah peserta hampir 100 orang secara hybrid, dengan rincian 59 orang online dan 40 orang offline.
Secara substansi, materi AI sangat penting karena membahas aspek hukum, moral dan etika dalam berkarya, dan anak-anak muda cukup antusias bahkan ibu-ibu yang hanya biasa menggunakan HP pun tertarik bertanya.