Gaduh Ijazah Palsu dan Demokrasi Digital
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Senin, 26 Mei 2025 05:26 WIB

Oleh Eko Wahyuanto*
ORBITINDONESIA.COM - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akhirnya menyatakan bahwa ijazah sarjana S1 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada milik Presiden Ke-7 Indonesia Joko Widodo (Jokowi) adalah asli.
Kesimpulan itu dibuat setelah Bareskrim melakukan uji forensik yang mencakup analisis bahan kertas, teknik cetak, tinta, stempel, tanda tangan, dan membandingkan dengan ijazah alumni seangkatan Jokowi.
Baca Juga: Baru Diringkus, Penggugat Ijazah Palsu Jokowi Langsung Jadi Tersangka
Namun rupanya, bukti saintifik ini belum mampu menghentikan perdebatan sengit baik di ruang nyata maupun maya. Bahkan perdebatan semakin meluas dan melibatkan Universitas Gadjah Mada, kampus yang menerbitkan ijazah tersebut.
Pihak yang mempertanyakan keaslian ijazah Jokowi menuding bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri tidak reliable. Di sisi lain, para penuduh ijazah palsu dituding melakukan pelanggaran riset, karena metodologi penelitian mereka tidak kredibel, tidak tervalidasi, mengabaikan prinsip triangulasi dan sekadar ilusi visual, sehingga menyesatkan. Dalam dunia riset ini bisa dikategorikan pelanggaran etik dan dipastikan hasilnya bias.
Terlepas dari segala kegaduhan tersebut, jika dilihat dari sisi lain, kasus ini bukan sekadar isu tentang keabsahan selembar dokumen, melainkan cermin bagaimana informasi disaring, kebenaran dicari, dan etika digital diuji.
Baca Juga: Mengambil Pelajaran dari Kasus Hoax Ijazah Palsu Jokowi
Tsunami Informasi
Kasus ini menjadi tantangan besar dalam demokrasi modern, ketika ruang digital kerap tak mampu menjelaskan benang merah antara fakta dan opini, di tengah "tsunami informasi"; hoaks dan disinformasi seolah menjadi kebenaran yang terverifikasi.
Ini ancaman serius bagi kehidupan berbangsa karena dapat melemahkan tingkat kepercayaan publik atau public trust terhadap institusi resmi, yang pada akhirnya merusak reputasi pemerintah dan masa depan demokrasi.
Baca Juga: Humor Politik: Khalifah Harun Al Rasyid, Abu Nuwas dan Ijazah Palsu
Untuk itu, sudah saatnya kita mempertimbangkan adanya solusi progresif, yaitu hadirnya lembaga verifikasi independen, yang mampu memvalidasi dokumen pejabat publik dan validitas kearsipan dokumen pendidikan.