Menilik Keharmonisan Etnis dan Budaya antara Tionghoa dan Dayak di Kalimantan
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Sabtu, 24 Mei 2025 00:03 WIB

ORBITINDONESIA.COM -- Kalimantan, pulau yang kaya akan sumber daya alam dan budaya, menjadi rumah bagi berbagai etnis yang telah hidup berdampingan selama berabad-abad. Salah satu perpaduan budaya yang menarik perhatian adalah hubungan antara etnis Tionghoa dan Dayak.
Kedua kelompok ini memiliki latar belakang budaya, bahasa, dan sistem kepercayaan yang berbeda, tetapi justru mampu membangun hubungan sosial yang harmonis dan saling melengkapi.
Komunitas Tionghoa mulai bermigrasi ke Kalimantan sejak abad ke-18, terutama dari Provinsi Guangdong dan Provinsi Fujian di China. Mereka datang sebagai penambang emas, pedagang, hingga pekerja kontrak.
Baca Juga: Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia Dukung Kebijakan Pemerintah Wujudkan Ketahanan Pangan
Sejarawan Benny G. Setiono, dalam bukunya bertajuk "Tionghoa dalam Pusaran Politik" (2003), menyebutkan bahwa pada masa kolonial, komunitas Tionghoa di Kalimantan menunjukkan tingkat integrasi lokal yang tinggi. Mereka berinteraksi erat dengan masyarakat Dayak, termasuk melalui perdagangan, pertanian, dan bahkan pernikahan campuran.
Sementara itu, suku Dayak merupakan salah satu komunitas adat terbesar di Indonesia yang mendiami wilayah Kalimantan. Dengan ratusan subetnis seperti Ngaju, Kenyah, Kayan, dan Iban, mereka dikenal memiliki sistem adat yang kuat dan hubungan mendalam dengan alam.
"Teori migrasi Austronesia menyebutkan bahwa nenek moyang Dayak berasal dari daerah Yunnan di China selatan, kemudian menyebar ke Asia Tenggara dan masuk ke Kalimantan sekitar 4.000 hingga 5.000 tahun silam," ujar Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, antropolog Universitas Gadjah Mada, seperti dikutip dalam wawancaranya dengan Kompas. Kelompok ini mencakup berbagai etnis di Filipina, Malaysia, Indonesia, hingga Pasifik.
INTERAKSI BUDAYA DAN IDENTITAS
Asimilasi dan akulturasi antara budaya Dayak dan Tionghoa tercipta di Kalimantan. Dalam beberapa komunitas, perkawinan campuran telah menciptakan kelompok-kelompok dengan identitas ganda, seperti Dayak-Tionghoa, yang merayakan kedua tradisi. Perpaduan ini tidak hanya tercermin dalam kehidupan sosial, tetapi juga dalam ekspresi budaya sehari-hari.
Di berbagai daerah, seperti Singkawang dan Pontianak di Kalimantan Barat, perayaan tradisional Tionghoa seperti Imlek dan Cap Go Meh menampilkan elemen khas Dayak, seperti tarian tradisional dan kehadiran tokoh spiritual setempat.
"Saat Cap Go Meh, kita bisa lihat atribut Tatung yang menyerupai pakaian perang Dayak. Ini bukan kebetulan, tetapi hasil dari proses panjang akulturasi budaya," kata Yulius Hadi, pemerhati budaya Kalimantan Barat. Sebaliknya, dalam upacara adat Dayak, terkadang ditemukan sentuhan budaya Tionghoa seperti penggunaan lilin merah, dupa, atau simbol keberuntungan.
Di pasar-pasar tradisional Pontianak, percakapan dalam tiga bahasa, yakni Dayak, Hakka, dan Melayu, sudah menjadi hal biasa. Banyak masyarakat Dayak dapat berbicara dalam logat Hakka, begitu pula sebaliknya. Hal ini menciptakan kosakata campuran yang memperkaya identitas setempat.
PROSES PANJANG MENENUN KEHARMONISAN
Baca Juga: Rayakan Imlek dengan "Menjadi Pria dan Gadis Tionghoa" di Pantjoran PIK
Sejarah membuktikan bahwa komunitas Tionghoa dan Dayak di Kalimantan terus menunjukkan bahwa keberagaman bukanlah penghalang, melainkan kekuatan untuk membangun masa depan bersama.
Perpaduan budaya ini tidak hanya memperkaya identitas Kalimantan, tetapi juga menjadi simbol toleransi dan persatuan yang patut dijaga di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.
Kini, ada semakin banyak anak muda Dayak dan Tionghoa yang terlibat dalam proyek budaya bersama, mulai dari dokumentasi bahasa daerah, pertunjukan seni, hingga kampanye pelestarian hutan. Mereka tidak hanya menjaga identitas masing-masing, tetapi juga memperkuat semangat kebinekaan.
Baca Juga: Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2025 Kedepankan Pembentukan Karakter Bangsa Lewat Seni Budaya
Perpaduan budaya Tionghoa dan Dayak di Kalimantan adalah bukti nyata bahwa keberagaman bukanlah ancaman, melainkan kekayaan yang memperkuat identitas suatu daerah. Kehidupan yang rukun, kolaboratif, dan saling menghargai antara kedua komunitas ini memperlihatkan bahwa perbedaan dapat melahirkan sinergi yang positif.
Di tengah dunia yang kerap dilanda konflik identitas dan intoleransi, Kalimantan memberikan contoh bahwa integrasi budaya dapat berjalan dengan damai, tanpa menghilangkan ciri khas masing-masing.***