DECEMBER 9, 2022
Kolom

Berpulangnya Paus Fransiskus dan Harapan Baru Gereja Katolik

image
Pelajar menaburkan bunga di foto mendiang Paus Fransiskus di SMP Katolik Santo Stanislaus, Surabaya, Jawa Timur, Selasa, 22 April 2025. ANTARA FOTO/Didik Suhartono/rwa.

ORBITINDONESIA.COM - Pengumuman wafatnya Paus Fransiskus pada Senin, 21 April 2025 menjadi babak baru dalam sejarah Gereja Katolik.

Paus Fransiskus, Paus pertama dari Amerika Latin itu berpulang dalam usia 88 tahun setelah menderita sakit berkepanjangan, yang mengharuskannya dirawat selama 38 hari di Rumah Sakit Gemelli, Roma, sejak Februari lalu.

Namun, kecintaannya pada umat dan dedikasi tinggi untuk terus melayani, memampukan Paus Fransiskus untuk bangkit dari sakit demi meneruskan tugas kepausannya bahkan hingga hari-hari terakhir hidupnya.

Baca Juga: Lukisan Denny JA Tentang Paus Fransiskus Membasuh Kaki Rakyat Indonesia Diserahkan ke Gereja Katolik Santo Servatius

Berkat Urbi et Orbi yang disampaikannya dari balkon Basilika Santo Petrus pada misa Minggu Paskah, 20 April 2025, atau hanya sehari sebelum kematiannya, merupakan penampilan publik terakhir Paus Fransiskus.

Sebelum benar-benar mengakhiri tugasnya, ia kemudian naik ke popemobile dan berkeliling Lapangan Santo Petrus untuk menyapa umat yang merayakan kebangkitan Yesus pada hari raya itu. Lambaian tangan dari tubuhnya yang lemah dan berkat yang ia bagikan untuk seluruh umat menjadi momentum pamitan seorang Paus Fransiskus.

Wafatnya Paus Fransiskus dikonfirmasi oleh camerlengo atau pengurus rumah tangga Vatikan, Kardinal Kevin Farrell, dengan memanggil nama babtis Sang Paus sebanyak tiga kali. Jika tidak ada respon, maka Paus dinyatakan meninggal dunia.

Baca Juga: Garuda Indonesia dan KWI Bekerja Sama Dukung Mobilitas Umat Katolik Lewat Berbagai Layanan

Kemudian, camerlengo menghancurkan “Fisherman’s Ring” atau cincin paus untuk mencegah penyalahgunaan dan menandai berakhirnya otoritas paus yang wafat.

Kardinal Kevin Farrell secara resmi mengumumkan wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025. Selama periode ini, Gereja Katolik memasuki masa sede vacante atau takhta kosong. Urusan kepausan sementara dijalankan oleh dewan kardinal hingga paus baru terpilih.

Dewan kardinal yang berkumpul di Roma pada Selasa, 22 April 2025 memutuskan upacara pemakaman Paus Fransiskus akan dilaksanakan pada Sabtu, 26 April 2025. Upacara pemakaman akan dipimpin oleh Kardinal Giovanni Battista Re.

Baca Juga: Vatikan: Kondisi Paus Fransiskus yang Dirawat di RS Gemelli Roma Sedikit Membaik

Vatikan menetapkan masa berkabung resmi selama sembilan hari, termasuk untuk menyelenggarakan Misa Kudus guna mendoakan ketenangan jiwa paus.

Pada Rabu, 23 April 2025, jenazah Paus Fransiskus akan dibawa dari kediamannya di Casa Santa Marta untuk kemudian disemayamkan di Basilika Santo Petrus, di mana umat bisa memberikan penghormatan terakhir.

Setelah itu, jenazah paus akan dimakamkan. Berbeda dengan kebanyakan pendahulunya yang dimakamkan di bawah Basilika Santo Petrus di Vatikan, dalam wasiatnya Paus Fransiskus menyatakan keinginan untuk “beristirahat” di Basilika Santa Maria Maggiore di Roma, Italia.

Baca Juga: Vatikan: Paus Fransiskus Tidak Akan Mengundurkan Diri, Tetapi Justru Akan Membuat "Kejutan"

Konklaf Kepausan

Wafatnya paus menandai dimulainya salah satu proses paling sakral dan rahasia dalam Gereja Katolik Roma, yaitu Konklaf Kepausan, untuk memilih pemimpin spiritual baru bagi lebih dari 1,3 miliar umat Katolik di seluruh dunia. Proses ini akan dimulai 15 hingga 20 hari setelah wafatnya paus, untuk memberi waktu bagi kardinal dari berbagai negara berkumpul di Vatikan.

Dari 252 kardinal Gereja yang ditunjuk langsung oleh paus, sekitar 135 orang yang berusia di bawah 80 tahun berhak mengikuti konklaf. Sekitar 110 kardinal elektor telah dipilih oleh Fransiskus dalam 10 tahun terakhir, dan sebagian besar menunjukkan visinya tentang gereja yang lebih inklusif.

Baca Juga: Kabar Baik, Paus Fransiskus Boleh Tinggalkan Rumah Sakit pada Minggu, 23 Maret 2025

Konklaf Kepausan akan berlangsung di Kapel Sistina, Vatikan, secara tertutup dan khidmat.

Setelah para kardinal berkumpul, Pemimpin Perayaan Liturgi Kepausan akan mengucapkan dengan lantang dalam bahasa Latin “Extra omnes” yang berarti “semua keluar”. Kemudian, seluruh pintu di Kapel Sistina akan dikunci dan para kardinal memulai proses konklaf.

Selama proses pemilihan yang bisa berlangsung berhari-hari bahkan berminggu-minggu, para kardinal harus bersumpah untuk menjaga rahasia dan dilarang untuk melakukan kontak dengan dunia luar. Mereka tidak boleh membawa ponsel, membaca koran, menonton televisi, atau komunikasi apapun dengan dunia luar.

Baca Juga: Paus Fransiskus Sampaikan Harapan Perdamaian Dunia dan Diakhirinya Konflik Bersenjata dalam Pesan Paskah

Mereka makan dan tidur di Domus Sanctae Marthae, sebuah asrama yang dibangun khusus di Kompleks Vatikan hingga konklaf selesai. Proses isolasi tanpa pengaruh dari dunia luar ini dimaksudkan agar Roh Kudus memimpin proses konklaf dan menganugerahkan kebijaksanaan bagi para kardinal dalam memberikan suara mereka.

Konklaf dimulai dengan misa, yang dilanjutkan dengan musyawarah dan pemungutan suara. Pemungutan suara dilakukan setiap hari pada pagi dan sore, maksimal dapat dilakukan hingga empat kali dalam sehari.

Setiap kardinal diberi kartu suara yang harus ditulisi nama kardinal yang dipilih untuk menjadi paus selanjutnya. Setelah mereka menuliskan pilihan mereka, kartu itu akan dilipat, lalu dimasukkan ke dalam piala yang diletakkan di altar.

Baca Juga: Berita Duka, Paus Fransiskus Wafat

Setelah semua kardinal memberikan suara, seorang kardinal yang ditunjuk menjadi “pemeriksa” mengumumkan suara setiap kandidat, kemudian menusuk dan menyatukan surat suara. Seorang kardinal bisa terpilih menjadi paus jika mendapat mayoritas dua pertiga suara.

Publik akan mengetahui kemajuan proses konklaf dari asap yang berasal dari kartu suara yang dibakar. Bahan kimia ditambahkan untuk membuat asap berwarna hitam atau putih. Asap hitam yang keluar dari cerobong di Kapel Sistina menunjukkan bahwa pemungutan suara akan berlanjut, sedangkan asap putih mengumumkan kepada dunia bahwa seorang paus baru telah terpilih.

Paus Fransiskus dan penduhulunya, Paus Benediktus XVI, terpilih setelah jumlah pemungutan suara yang relatif sedikit, yaitu masing-masing lima untuk Fransiskus dan empat untuk Benediktus.

Baca Juga: In Memoriam Paus Fransiskus: Membawa Agama yang Ekologis dan Penuh Kasih

Kandidat yang mendapat mayoritas suara akan ditanya apakah ia menerima hasil pemilihan. Jika ya, maka ia harus menentukan nama yang selaras dengan misi kepemimpinannya, yang biasanya berasal dari nama para santo atau orang kudus dalam Gereja Katolik.

Paus yang baru terpilih akan dipakaikan jubah putih dan zuccheto, topi bulat kecil yang biasa dikenakan oleh pemimpin Gereja Katolik.

Setelah berdoa, paus baru akan dibawa ke balkon utama Basilika Santo Petrus dan diperkenalkan ke ribuan umat dan wisatawan yang berkumpul. Dewan kardinal mengumumkan terpilihnya paus baru dengan mengatakan “habemus papam” (kita memiliki seorang paus!)

Baca Juga: Menlu Sugiono Akan Utus Perwakilan Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus

Indonesia ikut serta

Indonesia pun akan ikut serta dalam Konklaf Kepausan kali ini, dengan diwakili oleh Kardinal Ignasius Suharyo. Uskup Agung Jakarta yang diangkat menjadi kardinal oleh Paus Fransiskus pada 2019 itu berpeluang mengikuti konklaf mengingat usianya yang masih 74 tahun.

Namun, Kardinal Suharyo yang belum pernah sekali pun mengikuti konklaf, masih akan melihat apa yang harus dia lakukan sesuai dengan aturan Gereja. Suharyo menjelaskan bahwa seluruh kardinal yang berpartisipasi dalam konklaf memiliki hak memilih dan dipilih sebagai paus.

Baca Juga: Paus Fransiskus Wafat, Pertemuan Pertama Para Kardinal Diadakan pada Selasa, 22 April

Ia menegaskan tidak ada kampanye terang-terangan selama proses pemungutan suara berlangsung, tetapi tidak menampik adanya diskusi dan lobi-lobi di antara para kardinal mengenai masa depan Gereja Katolik yang akan dibangun bersama dan dipimpin oleh paus yang akan terpilih.

“Jadi paus yang akan terpilih sudah memiliki gambaran mengenai Gereja macam apa yang diharapkan bertumbuh dengan kepemimpinan yang baru,” kata Kardinal Suharyo.

Dia pun menegaskan bahwa tidak ada rebutan kekuasaan apalagi suap-menyuap selama konklaf, karena umat Katolik percaya Roh Kudus akan memimpin keseluruhan proses pemilihan paus baru.

Baca Juga: Paus Fransiskus Wafat, Rakyat Palestina: Kami Kehilangan Teman Sejati yang Setia

“Roh Kudus akan membimbing dalam diskusi bahkan dalam pemungutan suara. Itulah bentuk ketika Roh Kudus berkarya menunjukkan jalan sampai nanti terpilih pemimpin yang diharapkan mampu memimpin Gereja dengan sumbangan-sumbangan pikiran yang dikumpulkan dari para peserta konklaf,” ujarnya.

Saat ini, sejumlah nama telah digadang-gadang sebagai calon paus berikutnya, di antaranya Kardinal Pietro Parolin (Italia) yang merupakan orang dekat Paus Fransiskus, Kardinal Luis Antonio Tagle (Filipina) yang berpotensi menjadi paus pertama dari Asia, Kardinal Peter Turkson (Ghana), Kardinal Peter Erdo (Hungaria), Kardinal Matteo Zuppi (Italia), Kardinal Pierbattista Pizzaballa (Italia), dan Kardinal Robert Sarah (Guinea).

Setiap kardinal berasal dari latar belakang yang berbeda, dengan masing-masing fokus pelayanan dan misi yang mereka bawa melalui Gereja.

Baca Juga: Jenazah Paus Fransiskus Akan Disemayamkan di Basilika Santo Petrus Sebelum Dimakamkan

Menjelang pemilihan paus baru, perhatian dunia tertuju pada Vatikan dan tradisi Konklaf Kepausan yang telah dilaksanakan sejak berabad-abad lalu. Umat Katolik, khususnya, menanti dan berdoa dengan penuh pengharapan untuk terpilihnya paus baru yang akan melanjutkan karya spiritual, kemanusiaan, dan teladan mendiang Paus Fransiskus.

(Oleh Yashinta Difa) ***

Halaman:

Berita Terkait