China Minta Uni Eropa Dukung Liberalisasi Perdagangan Versi WTO
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 15 April 2025 09:02 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Pemerintah China mengajak Uni Eropa (EU) untuk mendukung globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan sesuai dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Sebagai ekonomi terbesar kedua dan ketiga, China dan Uni Eropa secara kolektif menguasai lebih dari sepertiga ekonomi global dan lebih dari seperempat perdagangan global. Kedua belah pihak merupakan pendukung globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan, serta pembela dan pendukung kuat WTO," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing pada Senin, 14 April 2025.
Hal itu disampaikan Lin Jian menyusul pertemuan Presiden China Xi Jinping dengan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez pada Jumat, 11 April 2025 di Beijing. Spanyol adalah anggota Uni Eropa.
Baca Juga: Komisi Eropa: Tak Ada Alasan Pengenaan Tarif AS Buat Ekspor Uni Eropa
"China dan EU berkomitmen pada sistem perdagangan multilateral yang adil, bebas dan berpusat pada WTO, serta perkembangan yang sehat dan stabil dalam perdagangan global dan hubungan ekonomi, yang merupakan kepentingan kedua belah pihak dan seluruh dunia," ungkap Lin Jian.
Amerika Serikat, ungkap Lin Jian, menggunakan tarif sebagai senjata untuk memberikan tekanan maksimum dan mencari keuntungan pribadi, serta mengutamakan kepentingannya sendiri di atas kepentingan publik masyarakat internasional.
"Ini adalah langkah khas unilateralisme, proteksionisme, dan intimidasi ekonomi, yang sangat merugikan kepentingan China, EU, dan seluruh dunia," tegas Lin Jian.
Baca Juga: Wapres AS JD Vance Kritik Pendekatan Regulasi Uni Eropa terhadap AI yang Dianggap Berlebihan
Sebagai negara besar yang mengerjakan tanggung jawabnya, China, kata Lin Jian, telah mengambil langkah-langkah tegas dan akan terus melakukannya untuk melindungi kepentingannya yang sah.
"China siap bekerja sama dengan komunitas internasional, termasuk EU, untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi memperluas keterbukaan dan bekerja sama demi mencapai keuntungan bersama. Kami tidak hanya akan melindungi kepentingan masing-masing, tetapi mempertahankan aturan perdagangan internasional dan keadilan," ungkap Lin Jian.
Sedangkan EU sendiri sudah menyampaikan pernyataan mereka mengenai dukungan terhadap sistem perdagangan multilateral melalui Perwakilan Tetap EU untuk WTO João Aguiar Machado, di Jenewa pada Kamis (10/4).
Dalam pernyataan itu, EU mengatakan tetap menjadi pendukung kuat tata kelola perdagangan multilateral dengan WTO sebagai intinya.
"Mengingat perubahan lanskap internasional, EU juga telah menjadi pendukung kuat reformasi yang bermakna untuk memastikan perdagangan berbasis aturan dan kerja sama internasional dengan WTO sebagai intinya dapat terus berkembang," kata Machado.
Dalam konteks tersebut, EU menyesalkan pengenalan tarif sewenang-wenang yang memengaruhi semua anggota WTO.
Baca Juga: Menlu AS Marco Rubio: Kesepakatan Akhir tentang Ukraina Menimbang Sanksi Uni Eropa untuk Rusia
"Tarif tersebut melanggar komitmen WTO dan aturan serta prinsip dasar Organisasi ini. Pesan EU jelas, Eropa dapat diandalkan, dapat diprediksi, dan terbuka untuk bisnis yang adil. Komitmen kuat kami terhadap perdagangan berbasis aturan dan WTO merupakan landasan utama pendekatan tersebut," tegas Machado.
Sedangkan dalam Deputi Perwakilan Tetap EU untuk WTO Hiddo Houben dalam pernyataannya pada Rabu (9/4) mengatakan EU sangat prihatin dengan penerapan tarif universal dan sektoral oleh pemerintah AS yang memengaruhi semua anggota WTO, termasuk EU.
"Ini merupakan pukulan telak bagi ekonomi dunia dan sistem perdagangan multilateral. Tarif tersebut bertentangan dengan aturan dan prinsip paling dasar WTO, dan tidak dapat dibenarkan oleh keamanan nasional," kata dia.
Baca Juga: Uni Eropa Berupaya Memperluas Pengaruh di Asia Tengah
Pemerintah China telah menetapkan tarif impor sebesar 125 persen per 12 April 2025 atas barang-barang asal Amerika Serikat meski tetap menyampaikan opsi dialog dengan azas kesetaraan tetap terbuka.
Nilai tarif tersebut naik dari tadinya sebesar 84 persen sekaligus menjadi respon atas penerapan tarif timbal balik yang disampaikan oleh pemerintah AS pada Kamis, 10 April 2025 yang mengenakan pungutan 125 persen atas barang-barang asal China.
Padahal pada Rabu, 9 April 2025, Trump mengumumkan penundaan selama 90 hari atas tarif timbal balik ke lebih dari 75 negara mitra dagang AS, tapi mengecualikan China dari kebijakan itu.
Baca Juga: Uni Eropa Merespons AS: Tak Ada Pemenang Dalam Perang Dagang
Berdasarkan perhitungan, Trump sesungguhnya sudah menerapkan tarif sebesar 145 persen terhadap barang-barang asal China yaitu tarif timbal balik sebesar 125 persen ditambah tarif terkait fentanil sebesar 20 persen yang diberlakukan pada Februari dan Maret lalu.
Namun kemudian Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (US Customs and Border Protection) pada Jumat (11/4) mengumumkan bahwa perangkat-perangkat seperti ponsel pintar, komputer, kartu memori, sel surya, dan semikonduktor lainnya dikecualikan dari kebijakan tarif mulai 5 April 2025.
Barang-barang elektronik ini dibebaskan dari tarif tinggi lantaran tidak diproduksi oleh industri di AS. Sementara untuk membangun pabrik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri akan memakan waktu bertahun-tahun.***