Siapa Menang Dalam Perang Tarif AS - China yang Kian Brutal
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Rabu, 09 April 2025 14:13 WIB

Sejawat-sejawat Trump dari Partai Republik resah melihat kecenderungan ini. Salah satu dari mereka, Senator Ted Cruz, khawatir calon-calon Republik bertumbangan pada Pemilu Sela 2026, yang dampaknya bisa menyulitkan pemerintahan Trump nantinya.
Risiko elektoral seperti itu tak ada di China, yang pemerintahan sentralistis dan sistem satu partainya membuat negara itu bisa mengambil langkah yang padu dan berkelanjutan, ketimbang Trump yang rawan terjegal secara elektoral.
Lain dari itu, manuver tarif dan tit for tat antara AS dan China terus menjadi sentimen buruk di pasar modal, padahal bursa menjadi cermin bagaimana pasar dan publik menanggapi setiap terobosan ekonomi dan kebijakan publik.
Baca Juga: China Beri Perhatian Khusus untuk Penyelesaian Laut China Selatan dan Judi Online di ASEAN
Kendati kebanyakan bursa saham dunia mengalami pembalikan positif setelah dihantam gempa finansial besar akibat prakarsa tarif Trump, sentimen di Wall Street tetap buruk.
Pada penutupan perdagangan Selasa sore waktu setempat atau Rabu pagi WIB, semua indeks Wall Street kembali terjungkal, termasuk indeks patokan Dow Jones Industrial Average yang terpangkas 320 poin menjadi 37.645 poin.
Sementara di luar bursa saham, rakyat AS yang tertekan oleh harga-harga yang makin melambung tinggi termasuk akibat tarif, bergelombang menentang Trump.
Baca Juga: PCINU Tiongkok Ingin Jadi Jembatan Pertukaran Budaya Indonesia China dan Perbaiki Praduga Negatif
Keadaan-keadaan yang nyaris tak ditemukan di China itu bisa menjadi faktor-faktor yang membuat Trump lebih sulit memenangkan perang dagang ketimbang upaya efektif China dalam menangkis serangan tarif.
(Oleh Jafar M Sidik) ***