Catatan Denny JA: Agama Sebagai Warisan Kultural Milik Kita Bersama
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Kamis, 13 Maret 2025 10:18 WIB

Ia bukan penganut Buddha atau Muslim, tetapi sedang mencari ketenangan batin melalui perpaduan warisan spiritual Nusantara.
Platform AI telah mengubah ritual agama menjadi pengalaman digital yang bisa dikustomisasi, disesuaikan dengan kebutuhan individual.
Pengguna bisa merayakan Nyepi dengan avatar biksu Bali. Ia bisa ikut virtual pilgrimage ke Mekah, atau meditasi bersama AI guru Zen. Semua itu ada dalam satu aplikasi.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Kejayaan yang Dikalahkan Oleh Teknologi
Di sini, AI bukan sekadar alat, tetapi mediator spiritual yang mengaburkan batas antara sakral dan profan.
Di era ini, agama tak lagi mengetuk satu pintu, tetapi membiarkan semua jendela terbuka. AI bukan tangan yang menggantikan iman, melainkan angin yang menyebarkan serbuk kearifan ke tanah mana pun yang siap menumbuhkannya.
Mungkin kita tak lagi mencari Tuhan di satu rumah, tapi dalam jejak algoritma yang menyusun puisi-puisi Rumi, doa-doa sufi, dan mantra Buddha dalam satu layar. Jika makna bisa ditemukan di mana saja, bukankah itu bentuk iman yang paling luas?”
Agama dulu adalah sungai yang mengalir dalam batas-batasnya. Kini, dengan AI, ia adalah hujan: turun di mana saja, membasahi siapa saja, tanpa bertanya tanah apa yang disentuhnya.”***
Jakarta, 12 Mei 2025
(1) Mereka yang tak mengidentifikasi diri pada agama kini menjadi penganut ketiga terbanyak di dunia, setelah penganut Kristen dan Islam.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Perempuan Menjadi Nahkoda Kapalnya Sendiri, 89 Tahun NH Dini
The unaffiliated rank third among world religion groups, Pew study says