Catatan Denny JA: Agama Sebagai Warisan Kultural Milik Kita Bersama
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Kamis, 13 Maret 2025 10:18 WIB

Ini bukan akhir dari agama, tetapi kelahiran kembali dalam bentuk yang lebih luas dan relevan.
-000-
Agama selalu berubah, seperti sungai yang mengalir mengikuti lekuk bumi. Ia tak pernah hilang, hanya menemukan bentuk baru.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Kejayaan yang Dikalahkan Oleh Teknologi
Dulu, ia adalah pilar yang memisahkan satu komunitas dari yang lain. Kini, ia menjadi jembatan yang menghubungkan manusia dalam pencarian makna yang sama.
Di tengah arus globalisasi dan era AI, agama tak lagi hanya menjadi keyakinan yang diwariskan turun-temurun. Ia telah menjadi warisan kultural, ruang batin yang bisa dihayati siapa saja, dari jalan-jalan Kyoto hingga katedral di Paris.
Namun tak semua sungai mengalir ke laut yang sama.
Di banyak negeri, tembok masih ditegakkan, agama tetap dijaga dalam pagar ketat keyakinan.
Di lorong-lorong kota dan pedalaman sunyi, komunalisme bertahan, konservatisme mengakar. Tak semua ingin agama jadi warisan bersama,
bagi sebagian, ia tetap tanah suci, tak boleh diinjak kaki asing.
Di luar konservatisme agama, muncul cahaya lain. Dan dalam keheningan, agama tetap ada, bukan sebagai tembok, tetapi sebagai cahaya yang menerangi setiap pencarian jiwa.
Ini akan terjadi di masa depan karena AI berkembang semakin cepat dan dahsyat. Bayangkan di sebuah ruang virtual reality di Jakarta. Seorang perempuan muda mengenakan headset canggih. Matanya menatap hologram Candi Borobudur yang berdiri megah di tengah kabut digital.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Perempuan Menjadi Nahkoda Kapalnya Sendiri, 89 Tahun NH Dini
Tangannya menyentuh layar antarmuka, dan tiba-tiba ia mendengar lantunan ayat Al-Qur’an yang dibacakan oleh suara sintetis berbasis AI. Uniknya, momen itu juga diiringi musik gamelan yang diolah algoritma.