DECEMBER 9, 2022
Kolom

Teori Denny JA tentang Agama Menjembatani Era Klasik dan Revolusi Artificial Intelligence

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Perubahan ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimana komunitas keagamaan merespons era keterbukaan ini? Bagaimana menjaga keseimbangan antara akses informasi yang luas dengan pemahaman yang tetap mendalam?

Perkembangan inilah yang menjadi perhatian Denny JA. Baginya, agama tidak akan mati. Namun agama harus merespons perkembangan zaman, terutama perkembangan AI yang sangat revolusioner saat ini.

Agama sebagai Tradisi Kultural dan Ruang Refleksi

Baca Juga: Denny JA dan Puisi Esai: Mendobrak Batas Antara Sastra, Sejarah, dan Advokasi Sosial

Denny JA merumuskan pemikiran sosialnya dengan melihat agama dari sisi kultural keagamaan. Selain aspek spiritual dan ritualnya, agama adalah institusi sosial yang tentu saja memiliki dimensi budaya yang berkembang seiring waktu.

Dalam hal ini agama tidak semata-mata berfungsi sebagai alat dogmatis, melainkan sebagai sumber nilai kultural yang inklusif dan adaptif terhadap perubahan zaman.

Perayaan keagamaan kini sering melampaui batas komunitasnya. Natal dirayakan di berbagai negara sebagai festival budaya, yoga dari tradisi Hindu telah menjadi bagian dari keseharian banyak orang, dan puasa menjadi praktik yang diadopsi tidak hanya dalam konteks agama tertentu.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Surat yang Tertunda Ketika Bom di Hiroshima

Denny JA melihat bahwa agama, dalam bentuknya yang lebih luas, bukan hanya tentang keyakinan individu tetapi juga fenomena sosial yang terus berkembang. Karena itu, bagi Denny, agama adalah warisan kultural milik bersama.

Paralel dengan itu, AI memungkinkan refleksi baru terhadap nilai-nilai yang diwariskan, serta memberikan wawasan lintas budaya yang lebih luas.

Namun, tantangannya adalah bagaimana menjaga agar pemahaman terhadap agama tetap substansial di tengah keterbukaan budaya dan perubahan sosial.

Baca Juga: Pemikiran Denny JA Tentang Agama dan Spiritualitas di Era Artificial Intelligence Mulai Diajarkan di Kampus

Apakah keterbukaan ini memperkaya pemahaman agama, atau justru mendorong pemaknaan yang lebih individualistik?

Halaman:

Berita Terkait