Puisi Esai Denny JA: Surat yang Tertunda Ketika Bom di Hiroshima
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 14 Februari 2025 08:53 WIB

Kala itu Hiroshima masih utuh,
pasar ramai, sepeda berderak di gang-gang sempit.
Di kantor pos dekat jembatan Hijiyama,
seorang lelaki menulis dengan hati yang rindu.
Surat untuk istrinya di Nagasaki,
tentang sakura yang mulai mekar,
tentang udon kesukaannya yang akan dimasaknya sendiri.
Ia baru seminggu di Hiroshima, membangun harapan.
Istri yang mengandung menunggu di kota lain.
Jika semua lancar, mereka akan bersama.
Tapi sejarah tak memberi jeda
Ia menutupnya dengan janji,
yang saat itu terasa ringan:
“Aku akan pulang sebelum senja.”
Langit tiba-tiba menjadi putih.
Lebih terang dari seribu matahari.
Dalam sekejap, tubuhnya menguap menjadi cahaya.
Bayangan tangannya masih melekat di dinding,
sebelum angin panas menghapus semuanya.
Kota menjadi arang dalam satu tarikan napas.
Surat itu terlepas dari genggamannya,
melayang seperti daun gugur,
kemudian terselip di antara reruntuhan
yang mendidih dalam sunyi.
Dunia pun berubah dalam satu kedipan.
Hiroshima lenyap,
bukan dalam musim, bukan dalam abad,
tapi dalam kedipan mata.