DECEMBER 9, 2022
Kolom

Denny JA dan Puisi Esai: Mendobrak Batas Antara Sastra, Sejarah, dan Advokasi Sosial

image
Denny JA, penggagas puisi esai (Foto: Istimewa)

3. Ia Menjadikan Sastra Sebagai Medium Advokasi yang Berkelanjutan

Mereka yang tidak belajar dari sejarah, maka ia akan dikutuk untuk mengulanginya” – George Santayana.

Seringkali sejarah hanya dianggap catatan masa silam, tanpa benar-benar dipelajari dan dilihat akar permasalahannya. Tentunya hal ini yang membuat banyak pelanggaran HAM, diskriminasi, ketidakadilan sosial, kesenjangan, hingga berbagai masalah mulai dari konflik di Indonesia hingga tingkat dunia terjadi karena kita tidak belajar dari sejarah.

Baca Juga: Puisi Gol A Gong: Kopi Tubruk

Ada baiknya kisah-kisah sejarah yang terlupakan itu diangkat lewat karya sastra. Hal ini perlu supaya banyak peristiwa penting masa silam hingga yang terlupakan dibaca, karena banyak buku-buku sejarah tidak menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam. Karya sastra yang mengangkat tema-tema historis dapat lebih mudah dicerna oleh khalayak ramai, harapannya agar muncul kesadaran publik untuk berpartisipasi aktif dalam advokasi isu-isu sosial.

Sayangnya di dunia sastra, banyak karya yang memantik kesadaran, tetapi hanya sedikit yang benar-benar menjadi bagian dari gerakan sosial yang nyata. Denny JA bukan sekadar menulis, tetapi juga menghubungkan sastra dengan aksi nyata. Tentunya aksi nyata yang berlandaskan realitas historis bangsa Indonesia. Dengan Gerakan Indonesia Tanpa Diskriminasi, ia membuktikan bahwa sastra bisa menjadi alat advokas

Sayangnya di dunia sastra, banyak karya yang memantik kesadaran, tetapi hanya sedikit yang benar-benar menjadi bagian dari gerakan sosial yang nyata. Denny JA bukan sekadar menulis, tetapi juga menghubungkan sastra dengan aksi nyata. Tentunya aksi nyata yang berlandaskan realitas historis bangsa Indonesia. Dengan Gerakan Indonesia Tanpa Diskriminasi, ia membuktikan bahwa sastra bisa menjadi alat advokasi yang melampaui ruang akademik atau komunitas sastra.

Baca Juga: Gol A Gong, Duta Baca Indonesia Nyalakan Temu Literasi Bangka Selatan 

Ketika ia menulis puisi esai tentang Mohammad Hatta yang berjuang melawan korupsi dalam puisi esainya Mereka Yang Teriak Merdeka Puisi ke-15: Mohammad Hatta dan Korupsi yang Menggila, dalam puisi esainya Denny JA mengkritik praktek korupsi yang kian menggila di Indonesia pasca Reformasi. Ini merupakan ironi Reformasi, sebab Reformasi hadir dengan narasi anti-KKN; namun tujuan mulia ini tidak tercapai. Advokasi isu anti-korupsi, ia tidak hanya berhenti di puisi. Ia menggunakan narasi itu untuk mendukung kampanye nyata melawan praktek korupsi di Indonesia.

Dengan demikian, puisinya tidak hanya meninggalkan jejak di lembaran buku, tetapi juga dalam kebijakan sosial dan kesadaran kolektif.

Denny JA dan Sastra Dunia: Di Mana Posisinya?

Baca Juga: Puisi Esai Isbedy Stiawan ZS: Perempuan di Seberang Istana Batubara

Secara internasional, posisi Denny JA unik karena ia menggabungkan sastra, riset data, dan aktivisme sosial. Jika dibandingkan dengan tradisi sastra dunia, ia memiliki elemen dari berbagai aliran:

Halaman:

Berita Terkait