Denny JA dan Puisi Esai: Mendobrak Batas Antara Sastra, Sejarah, dan Advokasi Sosial
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Kamis, 13 Februari 2025 10:20 WIB
![image](https://img.orbitindonesia.com/2025/02/13/20250213102005Denny_JA_-_Kreator1.png)
3. Bahasa Efektif, Bukan Bahasa Eksperimental
Tidak seperti penyair avant-garde yang bermain dengan metafora eksperimental, Denny JA lebih memilih bahasa yang komunikatif, lugas, dan memiliki daya persuasi. Ini membedakannya dari Chairil Anwar yang penuh letupan ekspresi individual, atau Sapardi Djoko Damono yang lirih dan minimalis.
4. Kesadaran Akan Pembaca Luas
Baca Juga: Puisi Gol A Gong: Kopi Tubruk
Denny JA ingin puisinya berdampak sosial, bukan sekadar dinikmati dalam lingkaran akademik atau komunitas sastra. Ia lebih dekat dengan tradisi sastra rakyat (folk literature) yang ingin membentuk kesadaran massa. Oleh karenanya banyak karya-karya Denny JA menggunakan bahasa yang mudah dipahami khalayak ramai, juga melakukan alih wahana puisi esai ke teater, cerita bergambar, hingga ke film agar puisi esai dapat masuk ke tengah gelanggang.
Isu Kemanusiaan dalam Karya-Karyanya: Mereka Yang Mulai Teriak Merdeka
Denny JA banyak mengangkat isu kemanusiaan lintas sejarah. Seperti Émile Zola yang menuliskan dampak revolusi industri terhadap kelas pekerja, Denny JA menjadikan sejarah sebagai latar refleksi atas problem sosial masa kini.
Baca Juga: Gol A Gong, Duta Baca Indonesia Nyalakan Temu Literasi Bangka Selatan
Denny JA bisa dikatakan mendobrak batas antara sastra, sejarah, dan advokasi sosial melalui tiga argumen utama:
1. Ia Menggunakan Sastra Sebagai Arsip Sejarah yang Hidup
Sejarah sering kali menjadi narasi besar yang bersifat makro: perang, revolusi, rezim yang tumbang, dan ekonomi yang bergejolak. Namun, bagaimana dengan mereka yang hidup dalam sejarah itu? Apa yang dirasakan seorang ibu yang kehilangan anaknya dalam revolusi menuju kemerdekaan? Bagaimana seorang buruh yang dulu bermimpi akan perubahan, tetapi mendapati dirinya tetap miskin setelah perang kemerdekaan usai?
Baca Juga: Puisi Esai Isbedy Stiawan ZS: Perempuan di Seberang Istana Batubara
Puisi esai Denny JA menghadirkan kisah-kisah itu. Ia menampilkan sejarah dari sudut pandang individu—bukan sekadar mencatat peristiwa, tetapi menelusuri emosi dan trauma yang tersembunyi di baliknya. Seperti yang kita bisa lihat dalam buku antologi puisi esai Atas Nama Cinta (2012) hingga buku antologi puisi esai terbaru Denny JA, Mereka Yang Mulai Teriak Merdeka (2025). Buku antologi puisi esai Mereka Yang Mulai Teriak Merdeka berisi 15 puisi esai yang mengangkat para tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di awal gerakan kebangsaan Indonesia (1908-1930) hingga tragedi yang menimpa beberapa di antara mereka pasca kemerdekaan Indonesia.