Wednesday, Mar 12, 2025
Puisi

Cerpen Rusmin Sopian: Doa yang Teraniaya 

image
Ilustrasi doa yang teraniaya (Foto: satrio)

Kegundahan hati para lelaki itu mulai melanda para kepala dinas ketika media mulai memberitakan tentang sapi-sapi bantuan itu yang tak jelas peruntukannya. 

Keluhan para peternak penerima bantuan pun mulai bergema dan menjadi konsumsi publik. 

Keluhan para penerima bantuan sapi seolah-olah sudah menjadi narasi umum dalam setiap pertemuan masyarakat. Tak ada yang mereka bicarakan selain soal bantuan sapi. Seolah-olah narasi tentang sapi membahagiakan mereka.

Baca Juga: Rusmin Sopian: Kebangkitan Kebermajuan

Dan yang amat meluntakan hati mereka ketika persoalan ini mereka sampaikan kepada sang pemimpin, justru pengemban amanah rakyat itu malah menyalahkan mereka sebagai kepala dinas yang tidak bertanggung jawab.

"Bapak-bapak kan sebagai pengguna anggarannya. Kalian harus bertanggung jawab atas semua itu. kalian saya beri amanah sebagai kepala dinas harus mempertanggungjawabkannya. Masa saya yang harus bertanggung jawab. Saya ini pemimpin daerah. Bukan pemimpin dinas seperti kalian," kata sang pemimpin dengan nada keras. 

Dan para lelaki berbaju safari itu pun hanya terdiam. Membisu seribu bahasa. Suasana ruang kerja sang pemimpin pun hening. Sehening hati para kepala dinas yang sedang galau dan resah. 

Baca Juga: Penulis A.S. Laksana: Tiga Hal Penting dalam Penulisan Cerpen

Kegundahan hati mulai dirasakan kepala dinas ketika aparat hukum menyidik kasus bantuan sapi itu. 

Keduanya pun harus berurusan dengan aparat hukum. Dan salah satu dari mereka hampir pingsan saat diperiksa aparat hukum. 

Sementara sang pemimpin seolah-olah tak bersalah. Cuci tangan atas permasalahan yang menimpa bawahannya. 

Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Matkuteng, Penjagal dari Kampung Selatan 

Tak memberi dukungan sedikit pun. Seolah-olah membiarkan kepala dinasnya menerima hukuman. Seakan-akan itu perbuatan mereka. 

Halaman:

Berita Terkait