DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Membawa Spirit para Sufi ke Era Artificial Intelligence

image
Ilustrasi. (istimewa)

Dalam agama Kristen, misalnya, tergambar dalam sabda Yesus Kristus (Nabi Isa dalam Islam): Kasihilah Sesamamu Manusia Seperti Dirimu Sendiri.”

Ajakan Yesus Kristus ini, tercatat dalam Matius 22:39, adalah inti dari ajaran kasih yang transformatif.

Kalimat sederhana ini menembus batas agama, budaya, dan zaman. Ia memanggil manusia untuk melihat sesama bukan sebagai “orang lain,” tetapi sebagai perpanjangan dari dirinya sendiri.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika 180 Kreator Milenial dan Gen Z, dari Aceh hingga Papua, Bersaksi Melalui Puisi Esai

Dalam pandangan ini, kasih bukan hanya tentang memberi; ia adalah pengakuan mendalam bahwa manusia saling terhubung.

Di tengah dunia modern yang terfragmentasi, pesan ini memiliki makna baru. Ketika polarisasi sosial semakin tajam dan teknologi menciptakan jarak emosional, kasih menjadi perekat yang mendasar.

Yesus tidak hanya meminta kita untuk memberi kepada sesama, tetapi juga mencintai mereka seperti mencintai diri sendiri—melihat mereka dengan empati, menerima kekurangan, dan merayakan keunikannya.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Potret Batin Indonesia, Aceh hingga Papua, dari Kacamata Generasi Z

Pesan ini tidak hanya relevan secara spiritual, tetapi juga sosial. Dalam dunia yang penuh ketegangan, dari konflik politik hingga ketimpangan ekonomi, kasih dapat menjadi dasar untuk dialog, rekonsiliasi, dan solidaritas.

Dengan mencintai sesama, kita tidak hanya menyembuhkan mereka, tetapi juga menyembuhkan diri sendiri.

Dalam tradisi lain, Bhagavad Gita juga mengajarkan bahwa Cinta Universal adalah Bentuk Tertinggi Dharma.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika 221 Penulis Bersaksi soal Pemilu dan Demokrasi di Indonesia, Tahun 2024

Bhagavad Gita menempatkan cinta universal sebagai inti dari dharma—kewajiban moral dan spiritual yang menjadi pedoman hidup.

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Berita Terkait