Presiden Yoon Suk Yeol Dicekal ke Luar Negeri, Serba Serbi Darurat Militer Korea Selatan
- Penulis : M. Imron Fauzi
- Selasa, 10 Desember 2024 03:12 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Kementerian Kehakiman Korea Selatan, Senin, 9 Desember 2024, memberlakukan larangan bepergian ke luar negeri terhadap Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di tengah krisis politik yang dipicu oleh upaya darurat militer yang gagal.
Yoon Suk Yeol sedang diselidiki atas dugaan pengkhianatan, pemberontakan, makar dan penyalahgunaan kekuasaan setelah mayoritas anggota parlemen Korea Selatan menolak deklarasi darurat militernya pekan lalu.
Meski demikian, Yoon Suk Yeol lolos dari mosi pemakzulan di parlemen Korea Selatan terkait tindakannya tersebut.
Baca Juga: Presiden Yoon Suk Yeol Cabut Darurat Militer Setelah Parlemen Korea Selatan Sepakat untuk Mengakhiri
Sebelumnya, Yoon mendeklarasikan darurat militer pada Selasa malam, 3 Desember 2024, yang kemudian dicabut beberapa jam setelah parlemen menolaknya melalui pemungutan suara.
Yoon mengatakan bahwa alasannya memberlakukan darurat militer tersebut karena merasa “putus asa”, kemudian mengakui keputusan tersebut menimbulkan “kekhawatiran dan ketidaknyamanan” bagi masyarakat.
Dikutip dari berbagai sumber, berikut beberapa fakta mengenai darurat militer Korea Selatan.
Baca Juga: KBRI Seoul Imbau Warga Indonesia di Korea Selatan Pantau Perkembangan Terkait Darurat Militer
Definisi Darurat Militer
Darurat militer atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai “Martial Law” adalah pemerintahan sementara oleh otoritas militer di suatu wilayah tertentu pada saat darurat ketika otoritas sipil dianggap tidak dapat berfungsi.
Secara umum, darurat militer melibatkan penangguhan hak-hak sipil normal dan perluasan keadilan militer ringkas atau hukum militer kepada penduduk sipil. Meski secara teori bersifat sementara, darurat militer sebenarnya dapat berlanjut tanpa batas waktu.
Baca Juga: Oposisi Korea Selatan Akan Mulai Pemakzulan Jika Presiden Yoon Suk Yeol Tidak Mau Mundur
Sejarah Darurat Militer Korea Selatan
Presiden pertama Korea Selatan Rhee Syngman mendeklarasikan darurat militer untuk pertama kalinya pada 1948, saat dia sedang melawan pemberontakan komunis yang menewaskan ribuan orang.
Darurat militer juga diterapkan selama Perang Korea 1950-1953 untuk memungkinkan Korea Selatan menggunakan kekuatan militer dalam meredam maraknya protes anti pemerintah.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Bertemu Partai Berkuasa PPP di Tengah Mosi Pemakzulan
Pada 1960, Rhee kembali mendeklarasikan darurat militer untuk mempertahankan kekuasaan dalam menghadapi oposisi yang semakin besar, yang kemudian mengakibatkan ratusan orang tewas dalam bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi.
Pada 1972, Presiden Park Chung-hee memulai kudeta lain untuk memberinya kekuasaan ala diktator dan mendeklarasikan darurat militer yang kemudian mengirim tank ke jalan-jalan di ibukota Seoul.
Pada 1979, setelah Park Chung-hee dibunuh dan digantikan oleh Choi Kyu-hah yang kemudian digulingkan oleh kudeta militer.
Baca Juga: Mantan Menteri Pertahanan Korea Selatan Dicekal di Tengah Kasus Pengkhianatan Pasca Darurat Militer
Pemerintahan militer semula hanya ditempatkan di Seoul dan kota-kota besar lainnya, namun kemudian diperluas ke seluruh negeri pada Mei 1980 oleh pemimpin militer Chun Doo-hwan.
Pemerintahan Chun selama delapan tahun – dari 1980 sampai 1988 – ditandai dengan kebrutalan dan penindasan.
Pemakzulan presiden di Korea Selatan
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Minta Maaf Atas Pernyataan Darurat Militer
Setelah deklarasi darurat militer oleh Yoon Suk Yeol, muncul usulan untuk memakzulkan Presiden Korea Selatan itu, meski mosi pemakzulan itu tidak disetujui.
Meski demikian, Yoon bukanlah presiden pertama Korea Selatan yang menghadapi pemakzulan tersebut.
Pada Maret 2004, Roh Moo-hyun dimakzulkan satu tahun setelah menjabat sebagai presiden. Dia dimakzulkan karena gagal menjaga kenetralan politik.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Selamat dari Pemungutan Suara Pemakzulan di Parlemen
Namun, pemakzulannya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dan dia menyelesaikan masa jabatannya hingga lima tahun.
Pada Maret 2017, Park Geun-hye dimakzulkan karena melakukan”tindakan yang melanggar konstitusi dan hukum” setelah berbulan-bulan terjadi ketidakstabilan politik.
Mahkamah Konstitusi dengan suara bulat memberikan suara untuk menegakkan pemakzulannya.
Baca Juga: Trauma Rakyat Korea Selatan, Negara Demokrasi yang Pernah Alami 16 Kali Darurat Militer
Di tahun yang sama, Park ditangkap dan dipenjara atas tuduhan korupsi dan menjalankan hukuman 20 tahun penjara. Park kemudian diberikan amnesti pada Desember 2021.***