Susahnya Memimpin Seniman, juga Penulis
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Kamis, 29 Agustus 2024 15:40 WIB
Oleh: Denny JA
ORBITINDONESIA.COM - “Memimpin seniman itu lebih susah dibandingkan memimpin negara.” Demikian kelakar Gus Dur, menceritakan pengalamannya ketika memimpin Dewan Kesenian Jakarta (DKJ, 1982-1985).
Ucapan Gus Dur inilah yang teringat ketika saya memimpin organisasi penulis SATUPENA. Lebih susah lagi, jika ini terjadi di era polarisasi politik seperti sekarang, era pilpres dan pilkada.
Bulan Agustus 2024, terjadi aksi protes yang meluas di kalangan aktivis mahasiswa, civil society, dan guru besar. Mereka protes dan khawatir saat itu atas rencana DPR menganulir putusan MK dengan cara membuat UU Pilkada baru.
Semangat protes itu dengan sendirinya terjadi pula di komunitas penulis. Tapi masalahnya, lebih dari 1.000 penulis dari Aceh hingga Papua yang bernaung di SATUPENA memiliki sikap yang beragam.
Lebih dari 200 penulis anggota SATUPENA sendiri membuat petisi untuk situasi sekarang. Banyak yang bertanya pada saya, mengapa saya selaku ketua umum tidak ikut tanda tangan?
Baca Juga: SATUPENA dan Silaturahmi
Saya jawab, petisi itu sikap sebagian penulis anggota SATUPENA, tapi bukan sikap semua anggota, dan bukan pula sikap organisasi Satupena. Sebagai organisasi, SATUPENA juga memiliki banyak anggota yang tak ingin ikut petisi.
Maka dibuatkanlah ekspresi lain, di luar petisi, yaitu buku bersama soal PILKADA 2024, CIVIL SOCIETY DAN MASA DEPAN DEMOKRASI. Penulis dapat bebas mengekspresikan pandangannya, tidak diseragamkan dalam petisi.
Sebanyak 250-300 penulis sudah mendaftar untuk menyatakan pandangannya, sebagian dalam bentuk esai, puisi, puisi esai, dan cerpen.
Baca Juga: SATUPENA Akan Diskusikan Bagaimana Belajar dari Anak Cerdas Istimewa Dengan Narasumber Yeni Sahnaz
Buku ini nanti mungkin akan tercatat sebagai Rekor Satu Buku yang paling banyak penulisnya untuk berbagai jenis tulisan (esai, puisi, puisi esai, cerpen).