DECEMBER 9, 2022
Kolom

Susahnya Memimpin Seniman, juga Penulis

image
Susahnya Memimpin Seniman, juga Penulis

Hal ini membuat upaya untuk menyatukan mereka di bawah satu visi atau tujuan bersama menjadi sangat sulit.

Misalnya, dalam satu organisasi penulis, bisa terdapat anggota yang mendukung kebebasan berekspresi secara penuh, sementara yang lain mungkin lebih konservatif atau menganut nilai-nilai tertentu yang membatasi ekspresi tersebut.

Ketika perbedaan-perbedaan ini tidak bisa dijembatani, organisasi sering kali mengalami friksi internal yang bisa menyebabkan perpecahan.

Baca Juga: Satrio Arismunandar: Peran SATUPENA di Bawah Kepemimpinan Denny JA Dalam Memperjuangkan Kepentingan Penulis di Era AI

Kedua: Sensitivitas dan Militansi Penulis dalam Berpihak

Penulis cenderung memiliki kepekaan yang tinggi terhadap isu-isu yang mereka tulis, dan mereka sering kali sangat militan dalam mempertahankan pandangan atau keyakinan mereka.

Ketika penulis berpihak pada suatu ide atau ideologi tertentu, mereka tidak hanya mendukungnya secara intelektual, tetapi juga dengan emosi yang mendalam.

Baca Juga: SATUPENA dan Silaturahmi

Emosi ini dapat memperkuat solidaritas dalam kelompok, tetapi juga dapat memperuncing konflik ketika terjadi perbedaan pendapat.

Sejarah organisasi penulis di Indonesia, terutama di tahun 60-an, menunjukkan perselisihan internal sering kali diwarnai oleh perbedaan ideologis atau interpretasi terhadap peristiwa-peristiwa penting, yang memicu perpecahan.

Misalnya, perbedaan pandangan antara Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan Manifes Kebudayaan pada masa lalu menjadi salah satu contoh bagaimana militansi ideologis dapat meretakkan komunitas penulis.

Baca Juga: SATUPENA Akan Diskusikan Bagaimana Belajar dari Anak Cerdas Istimewa Dengan Narasumber Yeni Sahnaz

Ketiga: Tantangan Pembiayaan Kegiatan Jangka Panjang

Halaman:
1
2
3
4
5

Berita Terkait