Susahnya Memimpin Seniman, juga Penulis
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Kamis, 29 Agustus 2024 15:40 WIB
Hal ini membuat upaya untuk menyatukan mereka di bawah satu visi atau tujuan bersama menjadi sangat sulit.
Misalnya, dalam satu organisasi penulis, bisa terdapat anggota yang mendukung kebebasan berekspresi secara penuh, sementara yang lain mungkin lebih konservatif atau menganut nilai-nilai tertentu yang membatasi ekspresi tersebut.
Ketika perbedaan-perbedaan ini tidak bisa dijembatani, organisasi sering kali mengalami friksi internal yang bisa menyebabkan perpecahan.
Kedua: Sensitivitas dan Militansi Penulis dalam Berpihak
Penulis cenderung memiliki kepekaan yang tinggi terhadap isu-isu yang mereka tulis, dan mereka sering kali sangat militan dalam mempertahankan pandangan atau keyakinan mereka.
Ketika penulis berpihak pada suatu ide atau ideologi tertentu, mereka tidak hanya mendukungnya secara intelektual, tetapi juga dengan emosi yang mendalam.
Baca Juga: SATUPENA dan Silaturahmi
Emosi ini dapat memperkuat solidaritas dalam kelompok, tetapi juga dapat memperuncing konflik ketika terjadi perbedaan pendapat.
Sejarah organisasi penulis di Indonesia, terutama di tahun 60-an, menunjukkan perselisihan internal sering kali diwarnai oleh perbedaan ideologis atau interpretasi terhadap peristiwa-peristiwa penting, yang memicu perpecahan.
Misalnya, perbedaan pandangan antara Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan Manifes Kebudayaan pada masa lalu menjadi salah satu contoh bagaimana militansi ideologis dapat meretakkan komunitas penulis.
Baca Juga: SATUPENA Akan Diskusikan Bagaimana Belajar dari Anak Cerdas Istimewa Dengan Narasumber Yeni Sahnaz
Ketiga: Tantangan Pembiayaan Kegiatan Jangka Panjang