DECEMBER 9, 2022
Kolom

Refleksi Usia 64 Tahun: Revolusi Harapan Menuju Aku yang Sejati

image
Isti Nugroho

Di bidang kebudayaan (seni), saya pun telah melakukan langkah-langkah kecil untuk membuat karya atau menggelar kegiatan. Menulis puisi (termasuk puisi esai, yang tradisinya dirintis Bung Denny JA), naskah drama, menyutradarai teater, menggelar diskusi, menerbitkan buku dan lainnya. Passion saya terasa menyala di  dalam dunia politik dan seni.

Saya punya prinsip: dengan seni saya mencoba memberikan sentuhan keindahan  pada politik. Sehingga politik jadi elegan.

Adapun dengan politik, saya berupaya menyalakan api dan mengalirkan energi pada dunia kesenian. Sehingga  kesenian  mampu menjadi wahana kultural untuk menciptakan perubahan. Bukan sekadar hiburan atau klangenan.

Baca Juga: Isti Nugroho: Hidup yang Filosofis

Pada saat banyak cita-cita belum tercapai, mendadak saya disergap kenyataan: saya sudah berusia 64 tahun. Sang waktu sangat ajaib. Ia  membawa saya  mengalami banyak pengalaman dan perubahan, tanpa terasa. Tanpa sadar, saya sudah memasuki masa senja.

000

Saya berusaha menjadikan masa senja saya menjadi senja yang indah dan bermakna. Menjadi tua, itu kepastian. Menjadi matang dan dewasa, itu pilihan. Orang Jawa bilang, masa tua adalah saat untuk memasuki fase menep (mengendap). Melalui  pengendapan jiwa, kebeningan pikiran dan hati pun muncul. Semua hal yang signifikan jadi terfokus. 

Baca Juga: Isti Nugroho: Capres, Kisah Mahabharata dan Perselingkuhan

Hidup bergerak ke nilai-nilai substansial. Dan situ, orang menemukan dirinya yang sejati. Yaitu, diri (individualitas)  yang otentik atau kepribadian yang memiliki karakter dan orientasi nilai yang jelas.

Ulang tahun ke-64, dalam tradisi Jawa, dimaknai sebagai upacara yang magis. Sebutannya tumbuk ageng. Tumbuk artinya bertepatan. Ageng, bermakna besar. Tumbuk ageng bisa diartikan momentum besar (penting) yang menandai perjalanan hidup manusia penuh makna. Upacara ini biasanya disertai tradisi congkokan (penyangga usia agar panjang umur) dan angon putu (menjaga dan merawat cucu).

Pada momentum itu, manusia telah memahami sangkan paraning dumadi (asal mula kejadian, dari mana kita berasal), dan mampu mbabar jati diri atau menguraikan kesejatian dirinya. Juga fokus pada orientasi nilai dengan seluruh risikonya.

Baca Juga: Isti Nugroho: Politik Buto Terong

Dalam konteks ini, saya jadi ingat tiga tokoh yang memperingati ulang tahunnya yang ke-64. Mereka adalah Presiden Soeharto, Sri Sultan HB IX dan tokoh Partai SosiaIis Indonesia Soebadio Sastrosatomo. Masing-masing tokoh itu menggelar wayang kulit dengan dalang senior. Pilihan lakonnya pun serius dan penuh kontemplasi, misalnya Semar mBabar Jati diri. 

Halaman:
1
2
3
4
5
6

Berita Terkait