DECEMBER 9, 2022
Kolom

Refleksi Usia 64 Tahun: Revolusi Harapan Menuju Aku yang Sejati

image
Isti Nugroho

Ini membuat saya—sebagai lansia—terengah-engah mengejarnya. Dan, untunglah saya masih bisa berada di bagian kereta dahsyat itu, meskipun tidak terlalu nyaman.

Kereta waktu itu terus melaju, singgah di beberapa stasiun. Bagiku, kini  kereta itu sedang menuju stasiun “senja” (sesuai dengan usiaku yang 64 tahun).

000

Baca Juga: Isti Nugroho: Hidup yang Filosofis

Memasuki masa senja saya bersyukur kepada Tuhan karena saya masih dianugerahi daya hidup. Juga berbagi rezeki yang membahagiakan.

Dengan daya hidup yang tersisa itu, saya masih bisa melakukan hal-hal kecil, yang saya harapkan bisa memberi makna bagi banyak orang. Terutama di ranah politik dan kebudayaan, khususnya kesenian.

Di bidang politik, alhamdulillah, hingga kini saya belum menyerah dan masih terus melakukan penguatan demokrasi, baik pada tataran wacana maupun praksis.

Baca Juga: Isti Nugroho: Capres, Kisah Mahabharata dan Perselingkuhan

Ini sudah saya lakukan sejak saya muda, yaitu semasa hidup di Yogyakarta (saya lahir di kota Yogya 30 Juli 1960).

Demi demokrasi, saya secara konkret telah berhadapan dengan kekuasaan Orde Baru yang otoriter, bengis dan brutal.

Pada tahun 1988, saya dituduh melakukan tindakan subversif dan diganjar hukuman penjara selama delapan tahun.

Baca Juga: Isti Nugroho: Politik Buto Terong

Jika hal itu saya katakan, sama sekali bukan untuk pamer heroisme dan penderitaan, melainkan sekadar menyebut fakta, bahwa saya pernah mewujudkan ucapan penyair Rendra: “perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata”. Ini memberikan pelajaran besar pada saya bahwa  perjuangan membutuhkan konsistensi dan integritas, dua hal yang terasa sangat mahal dan sulit untuk digenggam.

Halaman:
1
2
3
4
5
6

Berita Terkait