Konflik Suku Asli Lampung vs Pendatang Bali 2012 dalam Puisi Esai Denny JA
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 07 Desember 2022 07:38 WIB

Buku puisi esai ini menarik lantaran ditulis sekitar puluhan tahun dari waktu kerusuhan.
Tentu telah terjadi pengendapan, sudut pandang yang kritis, dan 'pesan' bagi perbaikan dan kebaikan. Puisi bertema sosial akan selalu mengedepankan nilai-nilai kemanusian (HAM). Dan puisi esai, yang saya tahu, condong membicarakan ihwal sosial: kemanusiaan.
Ada kata "drama" dalam subjudul dari buku puisi esai Denny JA – selanjutnya saya tulis DJA – yang berisi 25 kisah tentang peristiwa 1998, Sampit, Balinuraga, Ahmadiyah di NTB, dan Konflik di Maluku.
Buku ini berisi 25 kisah drama kemanusiaan yang variatif dan dibidik dari sudut pandang (point of view) yang beragam pula.
Menurut saya, ini kekuatan dari buku puisi esai DJA. Dia seperti memiliki '100 mata' untuk melihat, mengamati, sekaligus menentukan sudut yang pas untuk menulis kisah-kisah dramatik tersebut.
Pada kesempatan ini saya menilik dan mengapresiasi sebagai apresiator terhadap 5 karya DJA tentang Balinuraga.
Selain kedekatan emosional karena keberadaan saya dekat dengan titik kerusuhan, saya pernah 'terlibat' menggalang solidaritas melalui panggung seni di Bandar Lampung. Acara ini difasilitasi sejumlah NGO di Lampung.
Adapun kelima puisi esai DJA tentang konflik di Balinuraga tersebut adalah "Mata Dibalas Mata, Parang Dibalas Parang", "Lari Cucuku, Lari Sekencangnya", "Menjauh Seribu Kilo Meter", "Cintaku Tak Menentu di Pengungsian", dan "Benda Pusaka yang Berdarah" (hal 109-145).
Kerusuhan di kampung Balinuraga, Way Panji, terjadi selama tiga hari pada 27- 29 Oktober 2012. Langit Kalianda pekat. Seakan turut berduka. Tokoh Bali yang mantan Korem 043 Gatam, Swisma, bahkan meminta warga Balinuraga agar kembali ke Bali. Seluruh beban akibat kepulangan akan disiapkan.
Kerusuhan antara etnis Bali (kampung Balinuraha Way Panji) dengan pribumi Lampung (kampung Agom, Kalianda) memang mencekam. Selain menelan korban jiwa, banyak warga etnis Bali yang diungsikan sementara di Sekolah Polisi Negara (SPN) Kemiling, Bandar Lampung.