DECEMBER 9, 2022
Kolom

Memilih Mimpi atau Cinta?

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Penonton menangis bukan hanya karena Mia dan Sebastian tak bersatu. Tapi karena di dalam mereka, ada mimpi yang pernah gagal.

Ada cinta yang pernah harus dilepas. Ada keputusan yang dulu diambil dengan air mata. Dan malam itu, konser ini memberi izin untuk merasakan semuanya… sekali lagi.

Selain menjadi kisah personal, La La Land membuka cermin bagi generasi urban Indonesia. Ini terutama di tengah budaya hustle dan tekanan sosial untuk “sukses” secara materi maupun asmara.

Baca Juga: Analisis Ekonomi: Penurunan Peringkat Kredit AS Tambah Tekanan pada Ekonomi

Banyak anak muda hari ini dihadapkan pada pilihan serupa Mia dan Sebastian: memilih jati diri, mengejar passion, atau menyesuaikan ekspektasi keluarga dan lingkungan.

Di negeri yang kadang masih memandang cinta dan mimpi sebagai dua kutub, konser ini seperti oase: mengajarkan bahwa kegagalan pun berharga, relasi tidak selalu harus dimiliki, dan mendukung berarti membebaskan orang tercinta menemukan panggungnya sendiri.

-000-

Baca Juga: Analisis Denny JA: Setelah Amerika Serikat Menjatuhkan Bom ke Iran

Mia dan Sebastian membuktikan bahwa mimpi dan cinta bisa tumbuh bersamaan.  Namun tak selalu berjalan dalam arah yang sama.

Kadang, jalan menuju panggung besar justru memisahkan tangan yang dulu saling menggenggam.

Dan mungkin itulah kehidupan.

Baca Juga: Analisis Denny JA: Indonesia Jadi Tempat Paling Aman Jika Pecah Perang Dunia Ketiga

Bahwa tidak semua cinta dimaksudkan untuk dimiliki.

Halaman:

Berita Terkait