Sri Sultan Hamengkubuwono X: Perang Diponegoro 1825-1830 Upaya Pertahankan Keberadaan Bangsa
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Sabtu, 26 Juli 2025 01:15 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, Perang Diponegoro atau Perang Jawa yang berlangsung pada 1825-1830 merupakan upaya mempertahankan keberadaan bangsa yang juga melibatkan masyarakat hingga budaya.
“Perang Diponegoro melibatkan berbagai lapisan masyarakat, bangsawan, ulama, petani, dan rakyat bersatu melawan penjajah. Menariknya, tradisi Jawa juga turut mewarnai cara berperang,” ujar Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam webinar yang dipantau secara daring dari Jakarta, Jumat, 25 Juli 2025.
Sri Sultan Hamengkubuwono X menambahkan, sejarawan mencatat adanya integrasi antara seni dan peperangan, misalnya untuk gamelan dan tarian perang yang mengobarkan semangat.
Baca Juga: Presiden Jokowi Diminta Selamatkan Wilayah Wadas Karena Bekas Markas Pangeran Diponegoro
“Hal ini menunjukkan perpaduan budaya dengan keterampilan bela diri masyarakat Jawa,” tegasnya.
Selama lima tahun perang yang menguras sumber daya antara kedua belah pihak, Diponegoro dengan siasat gerilya, sedangkan kolonial menggunakan siasat licik untuk menangkap sang pahlawan. Meski ditangkap kolonial, catatan perjalanan pengasingan Diponegoro mengungkapkan bahwa kepribadiannya tetap teguh dan berwibawa.
Sri Sultan mengatakan, perjuangan Diponegoro tersebut menjadi sebuah nilai yang tampak setelah jarak sejarah memisahkan.
Baca Juga: Jejak Pangeran Diponegoro Dalam Tahun Pengasingan dan Kematian
Ia juga menilai Perang Diponegoro meninggalkan nilai dan ajaran leluhur yang relevan yang menekankan tingkah laku seorang pemimpin agar senantiasa memelihara watak yang sabar menahan diri, teliti dan berhati-hati dan menjauhi sifat tercela.
“Seorang pemimpin dituntut mengendalikan hawa nafsunya, antara lain dengan mengurangi kemewahan, disiplin dalam makan dan tidur demi mencapai kejernihan batin,” katanya lagi.
Perang Diponegoro juga membuktikan nilai-nilai lokal dan religi dapat menjadi landasan kuat untuk melawan dominasi asing.
Baca Juga: Chairil Anwar, Diponegoro, dan Denny JA
Yogyakarta, lanjut dia, menjadi pusat kebudayaan Jawa yang hidup dan turut melestarikan tradisi-tradisi keraton, upacara adat, hingga karya-karya sastra klasik.