DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Donald Trump, Tarif 32 Persen dan Kisah Sepatu Cibaduyut

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Apakah kita terlalu rapuh pada ekspor semata? Apakah kita telah membiarkan diri menggantung pada kemurahan hati negara lain?

Tarif ini adalah tamparan, bukan hanya dari Trump, tetapi dari sejarah. Ia menantang kita untuk menata ulang ekonomi, untuk menjadi bangsa yang tak hanya mengejar angka ekspor, tetapi membangun martabat ekonomi.

Dan seperti Pak Junaedi di Bandung, kita harus belajar membungkus luka menjadi semangat.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Einstein Mengenakan Batik dan Kisah Salvador Dali

Sebab meskipun ini sepatu terakhir untuk Amerika, mungkin inilah awal langkah baru untuk Indonesia.

Tarif 32 persen dari Trump bukan hanya kebijakan, tetapi simbol. Ia menunjukkan betapa rapuhnya hubungan dagang global.

Tetapi lebih dari itu, ia memberi cermin pada Indonesia: bahwa ketahanan ekonomi bukan dibangun dari keajaiban pasar bebas, tetapi dari ketangguhan internal, kecerdasan diplomasi, dan keberanian untuk berubah.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Darah Negara Minyak

Seperti pepatah tua di kaki Gunung Gede:

“Tak ada gunung terlalu tinggi bagi bangsa yang mau memahat jalannya sendiri.”

Dan mungkin, bangsa ini—dalam setiap sepatu yang tersisa, setiap pabrik yang sepi, dan setiap diplomasi yang rumit—sedang memahat jalannya menuju masa depan yang lebih mandiri.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Big Oil, Ketika Perusahaan Lebih Kuat Dibanding Negara

Kita bayangkan dan impikan, suatu ketika ini terjadi. Di sudut lain Cibaduyut, sekelompok pemuda mulai merajut aplikasi pemasaran digital.

Halaman:

Berita Terkait