Buku Karen Armstrong, The Lost Art of Scripturalism
- Penulis : Khoirotun Nisak
- Rabu, 11 Juni 2025 15:00 WIB
.jpg)
Resensi Buku: The Lost Art of Scripturalism – Karen Armstrong
Di tengah kebisingan tafsir literal dan konflik atas klaim kebenaran agama, Karen Armstrong dalam The Lost Art of Scripturalism mengajak kita merenungkan kembali cara kita membaca kitab suci.
Buku ini menelusuri sejarah panjang bagaimana manusia dahulu memperlakukan kitab suci—bukan sebagai dokumen hukum kaku, tetapi sebagai teks hidup yang menuntun perenungan dan transformasi batin.
Baca Juga: The Lost Art of Scripture, Seni Membaca Kitab Suci yang Merupakan Karya Terbaru Karen Armstrong
Armstrong menyoroti bahwa dalam tradisi keagamaan yang otentik, kitab suci dahulu tidak dibaca untuk mencari kebenaran objektif semata, melainkan untuk membantu manusia menyentuh kedalaman eksistensinya.
Ia mengangkat praktik midrash dalam Yudaisme, pendekatan tafsir simbolik dalam Kristen awal, dan metode ta’wil dalam Islam Sufi sebagai contoh bagaimana teks-teks suci dahulu dihayati secara puitis dan spiritual, bukan secara dogmatis.
Yang paling menarik dari buku ini adalah keberanian Armstrong menunjukkan bahwa fanatisme modern muncul justru karena kehilangan seni membaca kitab suci secara mendalam dan kontemplatif.
Baca Juga: Denny JA: Perlu Dibentuk Pusat Studi Agama dan Spiritualitas Era Artificial Intelligence
Di tangan para fundamentalis, kitab suci berubah menjadi alat pembenar kekuasaan, bukan jembatan menuju kasih sayang dan pengertian.
Ia menulis dengan gaya naratif yang memikat, menggandeng pembaca menyusuri peradaban manusia yang dahulu bersedia berdialog dengan teks, bukan memenjarakannya.
Buku ini memberikan pendekatan historis-komparatif yang luas.
Baca Juga: Buku Alan Watts: The Way of Zen, Menyelami Kedalaman Spiritualitas Zen
Armstrong tidak menghakimi, tetapi mengajak kita belajar dari beragam tradisi—dari Buddha hingga Islam, dari filsafat Yunani hingga mistisisme India—untuk memahami bahwa kitab suci bisa menjadi ruang perjumpaan lintas iman, bukan pemisah.