DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Pemerintah Mau Benahi Truk ODOL, Aptrindo Tegaskan Harus Ada Roadmap yang Jelas

image
Jajaran Aptrindo menyikapi masalah truk ODOL (Foto: Istimewa)

ORBITINDONESIA.COM - Presiden Prabowo Subianto meminta jajarannya untuk menertibkan truk over dimension overload (ODOL) atau obesitas, menyusul beban jalan yang tidak bisa menampung beban seluruh angkutan kendaraan yang ada. Namun, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) pesimis itu bisa dilakukan tanpa adanya roadmap yang jelas.

“Rencana untuk membenahi truk ODOL ini kan sudah sering didengung-dengungkan pemerintah melalui Kementerian Perhubungan. Bahkan, terakhir pemerintah berkomitmen untuk melarang truk ODOL ini beroperasi pada 2023 lalu. Nyatanya, hingga saat ini juga belum bisa terlaksana. Bahkan, roadmapnya juga belum pernah disampaikan hingga saat ini,” ujar Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Gemilang Tarigan baru-baru ini. 

Dia mengatakan tanpa roadmap yang jelas, permasalahan ODOL ini sulit untuk dibenahi. Karena, menurutnya, untuk menyelesaikan permasalahan ODOL ini melibatkan banyak pihak yang terdampak.

Baca Juga: Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono: Penyelesaian Masalah Truk ODOL Harus Dibahas Secara Komprehensif

“Dampaknya dari hulu ke hilir, seperti para pengusaha truk, para pemberi jasanya, para sopir truk, dan dampak terhadap perekonomian seperti biaya logistik yang semakin mahal dan inflasi serta penambahan jumlah truk di jalan. Apa itu semua sudah dipikirkan pemerintah solusinya bagaimana,” ucapnya.  

Apalagi, dia menyebutkan Aptrindo juga sama sekali belum diberitahu dan diajak diskusi berkaitan dengan adanya keinginan pemerintah untuk melarang truk ODOL ini. “Sampai saat ini kita belum dipanggil dan belum diajak bicara. Jadi, kita tunggu lah. Nanti kita lihat, jangan sampai hanya omon-omon saja. Karena roadmapnya juga belum ada,” katanya.

Menanggapi kerusakan jalan yang disebabkan kehadiran truk ODOL, Gemilang menyampaikan bahwa yang perlu diberesi itu adalah bagaimana standar-standar yang dipergunakan sekarang ini, apakah itu layak dipaksakan. “Jangan nanti memaksakan sesuatu yang tidak mungkin. Karena sekarang ini kan banyak standar yang dipakai, yang nggak clickable,” tuturnya.

Baca Juga: Sebelum Terapkan Zero ODOL, Ketua MTI Minta Pemerintah Selesaikan Karut Marut Status dan Fungsi Jalan

Dia mencontohkan seperti standar mobil kontainer. Menurutnya, kalau sekarang muatannya itu di bawah standar internasional. Dia mengutarakan truk-truk logistik itu diimpor sudah dengan memikirkan dari standar keselamatan, efisiensi, dan beratnya pun standar.

Truk dengan standar internasional memiliki lebar 2,5 meter dengan toleransi 5 persen. “Sekarang ini, standar internasional untuk berat itu malah naik jadi 30 ton dari sebelumnya hanya 20 ton,” tuturnya.

Sementara, kata Gemilang, daya dukung jalan di Indonesia itu tidak mampu dengan barang-barang internasional. Menurutnya, di Indonesia, daya dukung jalan kelas 1 saja itu hanya 10 ton.

Baca Juga: APKI Minta Kebijakan Zero ODOL Harus Paralel dengan Dukungan terhadap Industri

“Apalagi di Undang-Undangnya disebutkan bahwa daya angkut kendaraan diberikan sesuai dengan daya dukung jalan di daerahnya masing-masing.  Jadi, malanglah nasibnya kalau mau beli Hino yang internasional tapi trayeknya di Garut misalnya yang daya dukung jalannya kecil,” tukasnya.

Makanya, lanjut Gemilang, truk-truk logistik jika melewati jalan-jalan di kabupaten secara administratifnya itu selalu overload. Persoalan-persoalan seperti inilah yang menurutnya harus diselesaikan terlebih dulu oleh pemerintah sebelum menerapkan kebijakan Zero ODOL.

“Jadi, daya dukung jalan di Indonesia itu semestinya kan semua harus disesuaikan dengan standar internasional terlebih dulu, baru kebijakan Zero ODOL ini bisa dilaksanakan dengan fair,” ucapnya.

Baca Juga: Pakar Transportasi Sebut Penyelesaian Masalah ODOL Butuh Waktu 20 Tahun

Karenanya, dia mengusulkan agar Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menaikkan terlebih dahulu Muatan Sumbu Terberat (MST) jalan sebelum menerapkan kebijakan Zero Over dimension Overload (ODOL). Sebab, menurutnya, dengan MST jalan yang ada saat ini, para pemilik truk logistik tidak pernah bisa mengangkut barang-barang internasional atau ekspor-impor.

“Semua truk-truk logistik yang dijual ke kita itu sifatnya internasional. Mobil itu didesain secara internasional. Karenanya, jalan-jalan di Indonesia pun harusnya didesain dengan konsep internasional, Karena truk-truk itu juga akan membawa barang yang berstandar internasional,” ujarnya.

Dia juga mengusulkan agar ada jaringan jalan logistik. Jaringan jalan logistik itu adalah jaringan jalan nasional atau pintu tol yang menghubungkan ke sentra-sentra industri dan semuanya harus berstandar internasional. “Hal itu bertujuan agar truk-truk itu juga bisa masuk ke sentra-sentra industri tanpa terjerat masalah ODOL,” katanya.

Baca Juga: Industri Makanan dan Minuman Minta Roadmap yang Jelas Sebelum Zero ODOL Diterapkan

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Aptrindo, Agus Pratiknyo, menambahkan menyambut baik rencana pemerintah untuk membenahi truk ODOL ini. Namun, dia mengingatkan agar jangan sampai komitmen itu hanya sekadar omon-omon doang.

“Sebelumnya, pemerintah melalui Kemenhub kan sudah pernah melakukan normalisasi terhadap truk-truk ODOL ini di beberapa daerah. Sampai-sampai ada beberapa truk yang dilakukan pemotongan. Nah, ini bagaimana nasib para pemilik truk itu sekarang? Mereka pasti sangat kecewa dan dirugikan karena tidak ada sedikitpun kompensasi yang mereka dapatkan dari pemerintah hingga saat ini,” katanya.

Selain itu, dia juga menyoroti jalan-jalan di Indonesia yang dibangun tidak sesuai dengan speknya. “Kalau kita boleh jujur, apakah jalan itu dibangun sesuai dengan spek. Kan kita tahu banyak terjadi korupsi-korupsi,” tuturnya. 

Baca Juga: Menteri PU Dody Hanggodo: Zero ODOL Belum Bisa 100 Persen Dilakukan Saat ini

Karenanya, dia mengatakan salah satu yang disarankan Aptrindo kepada pemerintah soal ODOL itu salah satunya adalah kontrolnya terhadap daya angkut atau MST. “Negara kita itu sudah tertinggal, MST-nya baru 8-10 ton. Sementara negara-negara lain sudah 13 ton bahkan sampai 15 ton. Bahkan di Arab Saudi, sudah tidak pakai MST-an,” tukasnya. 

Menurutnya, yang membebani kendaraan-kendaraan itu selama ini adalah karena jalannya tidak dibangun sesuai dengan sarananya. ”Jadi, kita cukup mengapresiasi Pak Prabowo yang ingin menegakkan truk ODOL, tapi penegakannya yang seperti apa itu harus ada penjelasannya,” ungkapnya.***

Halaman:

Berita Terkait