DECEMBER 9, 2022
Humaniora

In Memoriam Paus Fransiskus: Membawa Agama yang Ekologis dan Penuh Kasih

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Baginya, agama bukan menara gading bagi para suci,
tetapi tenda terbuka bagi para pendosa, pengungsi,
pecinta bumi, dan pencari makna.

Ia buka pintu bagi yang tertolak: imigran lelah yang mengangkut duka,
LGBT yang rindu dipeluk surga,
dan iman lain yang haus cahaya. Mereka diundang 
semua duduk setara di meja cinta.

-000-

Ketika kabar wafatnya Paus menggema,
lonceng berdentang di Basilika Santo Petrus.
Namun gema cintanya terdengar jauh lebih luas:
di kamp pengungsi, di hutan yang dibakar,
di pelukan pasangan yang dulu tersembunyi dari altar.

Ia bukan sekadar gembala Katolik.
Ia adalah imam dunia,
yang menyatukan doa dalam berbagai bahasa
dan air mata dalam segala warna.

Di Jakarta punya kenangan sendiri soal Paus Fransiskus. Itu  malam 4 September 2024, di depan Galeri Nasional.

Mobil Paus melambat.
Jendela terbuka.
Seorang perempuan mendekat, membawa lukisan saya:
Paus membasuh kaki rakyat Indonesia.

Perempuan itu Pendeta Sylvana Maria Apituley, dari Papua.
Dengan gemetar, ia serahkan lukisan itu.
Paus memberkatinya—
dan Jalan Merdeka menjadi altar jalanan.

Lukisan itu, yang dulu hanya kanvas dan warna, kini menjadi relik.

Sylvana menulis keesokan harinya:
“Aku menangis bahagia… tak mau cuci tangan.”

Halaman:

Berita Terkait