In Memoriam Paus Fransiskus: Membawa Agama yang Ekologis dan Penuh Kasih
- Penulis : Krista Riyanto
- Senin, 21 April 2025 18:59 WIB

Ia adalah pelita di tengah dunia yang gelap dan terpolarisasi. Dua warisan utamanya menjelma cahaya: ekologi spiritual dan inklusivitas tak bersyarat.
Angin di Vatikan membawa pesan baru ketika ia memperkenalkan Laudato Si’.
Sebuah ensiklik yang tak hanya mengguncang doktrin gereja, tetapi mengetuk hati umat manusia.
Di dalamnya, bumi tidak lagi dipandang sebagai benda mati untuk dieksploitasi,
melainkan sebagai tubuh hidup yang menderita—makhluk spiritual yang terluka karena keserakahan manusia.
“Tanah, air, udara, dan semua makhluk adalah bagian dari keluarga kita,” tulisnya.
Kalimat sederhana, tapi memuat revolusi teologis dan ekologis yang dalam.
Paus Fransiskus memutar arah agama:
dari hanya memandang langit sebagai tujuan,
menuju bumi sebagai amanah dan tanggung jawab.
Ia bukan hanya pemimpin Katolik; ia adalah nabi zaman krisis iklim.
Di balik jubah putihnya, seorang pejalan sunyi mendengarkan rintih daun kering dan batuk sungai yang keruh.
Ia membaca Injil bukan hanya dari kitab suci,
tetapi juga dari retakan tanah, badai yang menerjang, dan es yang mencair di kutub.
Bagi Fransiskus, dosa ekologis bukan konsep abstrak—tapi luka nyata.
Dalam dunia yang mengukur nilai dari laba dan pertumbuhan tak terbatas,
ia berdiri sebagai suara sunyi yang berkata: cukup.
Paus menyebut keserakahan industri telah melahirkan “kebudayaan sampah”—
sebuah sistem yang menjadikan alam dan manusia sebagai barang pakai-buang.
Inilah krisis spiritual terbesar zaman ini:
ketika bumi diperlakukan sebagai objek, bukan sebagai subjek yang suci.