DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Titiek Puspa dan Hidup yang Jenaka

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Dalam hidup yang penuh kerut dahi ini, seringkali kita menyamakan keseriusan dengan kedalaman. Seakan-akan, semakin muram wajah seseorang, semakin dalam jiwanya.

Padahal, tidak jarang, justru di balik tawa yang meledak dan canda yang ringan, tersembunyi jiwa yang paling tahan uji.

Hidup riang dan jenaka bukanlah bentuk pengingkaran terhadap luka dan kenyataan. Ia adalah bentuk tertinggi dari penerimaan.

Orang yang mampu menari di tengah badai, tersenyum saat hatinya retak, dan bercanda tanpa menyembunyikan air mata—itulah sosok yang telah menaklukkan penderitaan, bukan lari darinya.

Dalam psikologi positif, humor adalah mekanisme pertahanan jiwa yang paling matang. Ia tak hanya meredakan stres, tapi memperkuat relasi sosial, memberi jarak pada trauma.

Ia membantu seseorang melihat dunia dengan mata yang jernih.

Sementara filsafat Stoik mengajarkan amor fati—mencintai takdir. Tapi humor mengajarkan kita untuk menertawakan takdir, bukan dengan mengejek, melainkan dengan memeluk misterinya.

Tertawa itu cara jiwa bernapas. Dalam hidup yang tak bisa selalu kita kendalikan, jenaka menjadi ruang jeda. Sejenak kita mengendurkan ikatan, memberi makna baru pada yang tampak sia-sia.

Bukan, ini bukan hidup yang dangkal. Justru hanya jiwa yang dalam yang mampu menyederhanakan beban menjadi tarian, dan luka menjadi lelucon. Sebab ia tahu, hidup terlalu berharga jika hanya dihabiskan untuk bersedih.

Dan pada akhirnya, siapa pun yang bisa tertawa meski dunia sedang runtuh di sekelilingnya, bukan hanya bertahan, ia telah menang.

Halaman:

Berita Terkait