Sudah Tepatkah Sikap Presiden Prabowo Merespons Tarif Trump?
- Penulis : Abriyanto
- Kamis, 10 April 2025 04:20 WIB

Indonesia memutuskan bergabung dengan barisan negara-negara yang mengedepankan diplomasi dan jalan negosiasi dalam berhadapan dengan AS.
Strategi Bertahan
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia dalam merespons kebijakan tarif AS melalui strategi diplomasi, perluasan kerja sama dagang, dan deregulasi kebijakan impor. Menurut dia, langkah tersebut turut membantu menjaga kepercayaan pasar di tengah ketidakpastian global.
Baca Juga: PM Mark Carney: Kanada Perkuat Hubungan dengan "Sekutu Terpercaya seperti Prancis"
"Dengan demikian, meskipun pasar global tengah bergejolak akibat eskalasi perang dagang, respons pasar yang relatif stabil terhadap Indonesia mencerminkan persepsi bahwa perekonomian domestik tetap tangguh dan adaptif menghadapi tekanan eksternal," ujar Josua.
Di permukaan, strategi ini mungkin tampak seperti kompromi, namun sesungguhnya merupakan bentuk pertahanan dalam lanskap global yang kerap berpihak pada negara besar dan menekan negara berkembang.
Ini bukan kelemahan, melainkan kalkulasi politik-ekonomi yang berpijak pada realitas, tidak semua negara memiliki daya tawar simetris dalam sistem perdagangan global yang sarat kepentingan dan dominasi kekuasaan.
Baca Juga: PM Kanada Mark Carney Iyaratkan Akan Ada Perundingan Dagang dengan AS
Kebijakan tarif Trump bukan semata urusan angka dan komoditas. Ia adalah manifestasi politik proteksionis dalam bentuk paling eksplisit, ekspresi nasionalisme ekonomi yang mengabaikan konsensus multilateral dan memaksa negara lain tunduk pada logika sepihak Amerika Serikat.
Seperti disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani, tarif impor tinggi yang diterapkan Trump terhadap 60 negara tidak didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi yang rasional. "Yang penting tarif duluan. Karena tujuannya menutup defisit neraca dagang. Tidak ada ilmu ekonominya di situ," ujarnya dalam forum yang sama.
Dalam situasi seperti ini, retaliasi atau pembalasan mungkin memuaskan secara emosional dalam jangka pendek, tetapi berisiko mengganggu stabilitas makro jangka panjang.
Baca Juga: AISMOLI: Kebijakan Tarif Resiprokal Donald Trump Berpotensi Ganggu Industri Otomotif Tanah Air
Indonesia tidak memiliki kapasitas fiskal maupun struktur ekonomi yang cukup tangguh untuk ikut serta dalam perang tarif tanpa dampak serius terhadap ekspor, defisit transaksi berjalan, dan ketahanan sektor manufaktur.