Sudah Tepatkah Sikap Presiden Prabowo Merespons Tarif Trump?
- Penulis : Abriyanto
- Kamis, 10 April 2025 04:20 WIB

Namun, penting dicatat bahwa Indonesia tidak memilih diam. Strategi negosiasi bukanlah bentuk kepasrahan, tetapi cara untuk meminimalkan risiko sekaligus memaksimalkan peluang.
Pemerintah mengarahkan respons ke jalur-jalur multilateral sembari memperkuat diplomasi bilateral dalam forum-forum dagang relevan. Ini adalah bentuk soft power resistance perlawanan yang elegan, bukan agresif. Tidak dramatis, tetapi kerap lebih efektif.
Indonesia memahami bahwa sebagai negara berkembang dengan ketergantungan tinggi pada pasar ekspor tertentu, bermain di dalam sistem lebih menjanjikan ketimbang melawannya secara terbuka.
Baca Juga: PM Mark Carney: Kanada Perkuat Hubungan dengan "Sekutu Terpercaya seperti Prancis"
Namun, pendekatan ini tentu tidak bebas risiko. Salah satunya adalah persepsi internasional bahwa Indonesia terlalu berhati-hati, bahkan defensif, dalam memperjuangkan kepentingan dagangnya.
Di tengah arus global yang dikuasai oleh bangkitnya ekonomi populis dan proteksionis, sikap terlalu moderat bisa ditafsirkan sebagai sinyal kelemahan. Investor global dan mitra dagang bisa saja menangkap pesan ini sebagai lemahnya posisi tawar Indonesia.
Di dalam negeri, tekanan terhadap pemerintah juga bisa datang dari kalangan pelaku usaha dan industri yang merasa tidak cukup dilindungi dari gempuran pasar yang timpang akibat kebijakan tarif sepihak.
Baca Juga: PM Kanada Mark Carney Iyaratkan Akan Ada Perundingan Dagang dengan AS
Karena itu, pemerintah perlu menguatkan satu hal penting yakni narasi. Pemerintah harus secara aktif membentuk persepsi bahwa pilihan negosiasi bukan sekadar upaya menunda konflik, melainkan strategi cerdas dalam manajemen risiko geopolitik. Diplomasi dagang harus ditampilkan sebagai bagian dari pertahanan nasional di era ekonomi global.
Memperkecil Ketergantungan
Menghadapi tarif Trump yang sejatinya adalah alat tekanan politik berkedok ekonomi, Indonesia memilih memperkuat posisinya dalam rantai nilai global dan membangun aliansi-aliansi baru untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tertentu. Inilah pesan utama yang perlu ditekankan, bertahan bukan berarti menyerah, dan diplomasi bukan berarti tunduk.
Baca Juga: AISMOLI: Kebijakan Tarif Resiprokal Donald Trump Berpotensi Ganggu Industri Otomotif Tanah Air
Pemerintah dapat menggunakan momentum ini untuk mempercepat konsolidasi industri dalam negeri, meningkatkan daya saing produk ekspor, dan membuka peluang diversifikasi pasar.