Puisi Esai Denny JA: Boneka yang Tertinggal di Nanking
- Penulis : Krista Riyanto
- Sabtu, 15 Februari 2025 07:58 WIB

Namanya Mei.
Ia tujuh tahun, dengan mata bulan sabit
dan rambut dikepang oleh ibunya setiap pagi.
Ia tinggal di sebuah rumah kayu dekat jembatan,
tempat bunga plum mekar saat musim dingin.
Setiap hari ia membawaku berjalan,
menyusuri pasar yang penuh warna.
Suara pedagang menawar harga,
asap dari wajan yang menggoreng pangsit,
musik dari erhu tua yang dimainkan seorang lelaki buta.
Mei menyukai dunia ini.
Ia tertawa saat melihat burung pipit mencuri remah roti.
Ia bernyanyi saat hujan turun di atap.
Ia percaya dunia ini penuh dengan keajaiban.
Lalu perang datang.
-000-
Langit berubah merah.
Bukan matahari terbenam, bukan lentera festival,
tapi api yang menjilat atap rumah-rumah.
Orang-orang berlari.
Jeritan memenuhi gang-gang sempit.
Aku merasakan tangan Mei mencengkeramku erat,
lebih erat dari sebelumnya.
Ibunya berteriak,
ayahnya menuntun mereka berlari
melintasi kota yang kini menjadi neraka.