Pemikiran Denny JA Tentang Agama dan Spiritualitas di Era Artificial Intelligence Mulai Diajarkan di Kampus
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 14 Februari 2025 21:04 WIB

4. Era AI Mengubah Peran Otoritas Agama
Dulu, ulama, pendeta, dan biksu memonopoli tafsir agama. Kini, AI dan internet memungkinkan siapa pun mengakses teks suci dari berbagai sudut pandang.
Otoritas keagamaan melemah, karena individu semakin mandiri dalam menafsirkan iman mereka.
Pemuka agama yang bertahan adalah mereka yang beradaptasi, menjadi pembimbing spiritual, bukan sekadar penyampai doktrin.
5. Agama Semakin Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama
Hari raya agama kini dirayakan secara sosial oleh semua orang, bukan hanya penganutnya.
Natal di Jepang, idulfitri di Eropa, dan diwali di Amerika menjadi bukti bahwa agama berkembang dari dogma eksklusif menjadi tradisi kultural.
6. Tafsir Agama yang Bertahan adalah yang Selaras dengan Hak Asasi Manusia
Tafsir agama selalu beragam, dari konservatif hingga progresif. Dalam sejarah, tafsir yang selaras dengan hak asasi manusia lebih cenderung bertahan.
Dulu, perbudakan dan diskriminasi berbasis gender didukung tafsir agama, tetapi kini ditolak.