DECEMBER 9, 2022
Kolom

Pemikiran Denny JA Tentang Agama dan Spiritualitas di Era Artificial Intelligence Mulai Diajarkan di Kampus

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Dalam era AI, kita menyaksikan pergeseran besar: agama tidak lagi hanya menjadi jawaban atas pertanyaan metafisik, tetapi juga arena refleksi yang terus berkembang seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Denny JA menggagas pemahaman bahwa agama bukan sekadar kebenaran mutlak yang statis, tetapi bertahan karena fungsinya dalam memberikan makna, harapan, dan struktur sosial bagi umat manusia.

Agama bukan hanya iman yang diwariskan, tetapi narasi yang terus ditafsir ulang untuk menjawab tantangan zaman.

Di sinilah spiritualitas baru muncul—bukan sebagai pengganti agama, tetapi sebagai jembatan antara keyakinan lama dan realitas modern.

Esoterika Fellowship Program (EFP), yang dibangun atas pemikiran ini, menjadi ruang akademik untuk menelusuri bagaimana agama, sains, dan filsafat dapat berjalan berdampingan dalam pencarian makna yang lebih luas.

Tujuh Prinsip Denny JA tentang Agama dan Spiritualitas di Era AI

Denny JA mengeksplorasi hal-hal baru yang muncul di era Google dan Artificial Intelligence, yang mengubah cara kita memahami agama.

1. Keyakinan Agama Tidak Berkorelasi dengan Kualitas Kehidupan Bernegara

Negara yang religius tidak otomatis lebih bahagia atau bebas korupsi. Skandinavia, dengan masyarakat sekuler, memiliki indeks kebahagiaan tertinggi di dunia.

Negara-negara skandinavia, seperti Denmark, secara konsisten menempati peringkat teratas dalam Indeks Kebahagiaan Dunia dan Indeks Persepsi Korupsi.

Halaman:

Berita Terkait