Puisi Esai Denny JA: Haruskah Kutembak Raja dan Keluarganya?
- Penulis : Krista Riyanto
- Selasa, 11 Februari 2025 07:57 WIB
![image](https://img.orbitindonesia.com/2025/02/11/2025021108132977432ca2-3db5-4d57-89fc-f4d97f3aaf84.jpeg)
Peluru pertama menembus dada Tsar.
Peluru kedua merobek Tsarina.
Darah mereka berceceran di lantai batu.
Aku menutup mata,
tetapi tanganku bergerak sendiri,
dan sebelum aku bisa menolak,
senjataku ikut berbicara.
Tubuh-tubuh itu jatuh satu per satu.
Anastasia yang berlari, tersandung,
lalu hening.
Dan aku hanya bisa berdiri di sana,
menatap tangan sendiri,
dan bertanya dalam hati:
apakah ini revolusi,
atau pembantaian yang tak bisa dimaafkan?
-000-
Bertahun-tahun setelah malam itu,
aku hidup di desa kecil dekat Volga.
Tak ada lagi revolusi,
hanya keheningan yang menempel di dinding rumahku.
Setiap malam, suara itu datang.
Bukan suara Lenin.
Bukan suara revolusi.
Tapi suara seorang anak yang bertanya:
“Paman, apakah kau saat itu menembakku juga?
Aku hanya anak,
lahir di istana,
bukan aku minta.
Mahkota jadi takdirku.
Mengapa kau tega?”
Aku membuka mata,
dan melihat tanganku masih berlumuran darah,
meski seumur hidup telah kubersihkan.