Supriyanto Martosuwito: Reklamasi di Berbagai Negeri, Indonesia Bukan Satu-satunya
- Penulis : M. Ulil Albab
- Rabu, 05 Februari 2025 09:40 WIB
Berkat reklamasi, Marina Bay menjadi magnet pertumbuhan Singapura. Tiga menara dengan ”bahtera” di lantai 57 menjadi destinasi utama. Belum lagi, kawasan Marina tiap bulan September menggelar ajang balap Formula 1, balap mobil paling bergengsi di muka bumi.
Reklamasi di Singapura masih berlangsung hingga kini. Negeri Lee Kuan Yew itu, sedang mengerjakan reklamasi seluas 50 hektar untuk pembangunan industri dan permukiman - demi menjamin ketersediaan lahan bagi perumahan warga Singapura untuk 20 tahun mendatang.
Apakah tidak ada pendapat kontra terhadap reklamasi di Singapura? Tentu ada. Namun, Pemerintah Singapura dengan tanggap telah memberikan jawaban atas pertanyaan ataupun keberatan dari kelompok mana pun.
Keterbukaan merupakan salahsatu kunci dari kondusifnya reklamasi dan redevelopment di Singapura. Segala informasi dapat diunduh atau dicari kanal informasinya melalui laman Urban Redevelopment Authority.
HONG KONG juga giat melakukan reklamasi. Bahkan reklamasi di Hong Kong telah dilakukan sejak masa kolonial Inggris pada abad ke-19 yakni kawasan Central dan Wan Chai untuk membangun pelabuhan dan fasilitas komersial masa itu. Pembangunan Victoria Harbour, yang menjadi pusat perdagangan dan transportasi - juga merupakan hasil dari reklamasi. Saat memasuki abad ke-20, reklamasi diperluas ke daerah seperti Kowloon dan Tsim Sha Tsui.
Hong Kong terus melakukan reklamasi untuk proyek-proyek besar seperti Bandara Internasional Hong Kong (Chek Lap Kok) dan West Kowloon Cultural District. Bandara ini dibangun di atas pulau buatan hasil reklamasi yang menggabungkan dua pulau kecil, Chek Lap Kok dan Lam Chau. Proyek ini selesai pada tahun 1998 dan menjadi salah satu bandara tersibuk di dunia.
Sebuah proyek besar di tepi laut Kowloon yang bertujuan untuk menjadi pusat seni dan budaya dinamai West Kowloon Cultural District, dengan lahan yang sebagian besar diperoleh melalui reklamasi.
Pada tahun 2018 lalu, Hong Kong mengumumkan proyek Lantau Tomorrow Vision, menciptakan lahan untuk perumahan, bisnis, dan infrastruktur guna mengatasi kepadatan penduduk - mereklamasi area seluas 1.700 hektar di sekitar Pulau Lantau.
Sebagaimana di negara lain, proyek reklamasi di Hong Kong menuai kontroversi dan mendapat tantangan terutama dampak lingkungan yang berpotensi mengganggu ekosistem laut, termasuk terumbu karang dan habitat satwa liar.
Selain itu, reklamasi membutuhkan biaya yang sangat besar, baik untuk pembangunan fisik maupun mitigasi dampak lingkungan. Tak heran dengan tudingan, proyek reklamasi dianggap lebih mengutamakan kepentingan bisnis daripada kebutuhan masyarakat, terutama terkait perumahan yang terjangkau.