DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Inilah Pentingnya Membuat Dokumentasi Sebuah Gerakan

image
Empat buku dokumentasi tentang puisi esai. (istimewa)

Narasi yang penuh kesedihan ini menggambarkan realitas kaum miskin kota, yang terpinggirkan di tengah gemerlap ibu kota. 

Kematian Mawar menjadi simbol keputusasaan, tetapi juga keheningan yang mendalam tentang ketidakadilan sosial  .

Juga puisi “Sanih, Kamu Tak Perawan!,” karya Jojo Rahardjo. Puisi ini mengangkat kisah tragis Sanih, seorang santri muda yang dinikahi secara siri oleh seorang bupati, hanya untuk diceraikan empat hari kemudian. 

Baca Juga: Catatan Denny JA: Mengapa Donald Trump Menang? Dan Apa Efeknya Buat Indonesia?

Alasannya, Sanih dianggap tidak perawan, sebuah stigma yang melukai harga dirinya. Melalui sudut pandang bupati, puisi ini menelanjangi kepicikan, kemunafikan, dan misogini dalam masyarakat patriarkal. 

Kasus Sanih tidak hanya mencerminkan pengabaian hak perempuan, tetapi juga eksploitasi kekuasaan dan budaya yang mempermalukan korban.

Ketiga puisi ini menggugah emosi dan menawarkan refleksi mendalam tentang kemanusiaan, ketidakadilan, dan kekuatan bertahan dalam penderitaan.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Neuroscience, Samudra Spiritualitas Berakar di Saraf Manusia

-000-

Tapi empat serial buku ini tak hanya berisi puisi esai, melainkan juga berisi opini pakar soal puisi esai di buku ke empat.

Ini tiga contoh opini esai itu.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Lima Prinsip Hidup Bahagia dan Bermakna

Untuk isu “Puisi Esai sebagai Pembaruan Demokratisasi Sastra,”  Agus R. Sarjono mengemukakan bahwa puisi esai membawa pembaruan signifikan dalam demokratisasi sastra Indonesia. 

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8

Berita Terkait