Catatan Denny JA: Neuroscience, Samudra Spiritualitas Berakar di Saraf Manusia
- Penulis : M. Ulil Albab
- Sabtu, 09 November 2024 14:34 WIB
Tulisan Seri Menghidupkan Sisi Spiritual Manusia (10)
ORBITINDONESIA.COM - “Setiap kebaikan yang kita lakukan, setiap pencarian makna yang kita jalani, berawal dari denyut halus di dalam otak kita—sebuah gerakan saraf yang tak terlihat namun menghubungkan kita kepada sumber makna hidup.”
Mengapa manusia tak pernah berhenti mencari makna dan kebaikan? Pencarian ini telah menjadi bagian intrinsik dari sejarah peradaban, melampaui batas-batas waktu, agama, dan budaya.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Hukum Kedua Hidup Bermakna, Positivity
Kini, berkat kemajuan neuroscience, kita mulai memahami bahwa dorongan untuk berbuat baik dan menemukan makna hidup berakar lebih dalam—pada saraf manusia itu sendiri.
Ini bukan hanya ajaran agama atau warisan budaya, tetapi suatu proses alami yang telah tertanam dalam otak kita sejak awal sejarah manusia.
Seperti aliran sungai yang akhirnya menyatu dengan lautan, dorongan spiritual manusia bersumber dari mekanisme biologis yang tak pernah berhenti bekerja.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Jokowi dan Prabowo, Hubungan Unik dalam Politik Indonesia
Andrew Newberg, dalam bukunya How God Changes Your Brain, menemukan bahwa meditasi, doa, dan praktik spiritual memengaruhi struktur otak dengan cara yang luar biasa.
Area otak yang berkaitan dengan empati dan kasih sayang berkembang seiring praktik-praktik tersebut. Seakan-akan spiritualitas telah tertanam dalam sistem saraf kita, memperkuat hubungan kita dengan sesama dan sesuatu yang lebih besar daripada diri sendiri.
-000-
Baca Juga: Catatan Denny JA: Hukum Ketiga Hidup Bermakna, Passion
Penelitian dari Richard Davidson, pionir neuroscience dari University of Wisconsin-Madison, menunjukkan bahwa meditasi, doa, dan praktik kebaikan meningkatkan aktivitas di korteks prefrontal—bagian otak yang berperan penting dalam pengaturan emosi positif dan pengambilan keputusan.