DECEMBER 9, 2022
Kolom

Selamat Datang, Angkatan Puisi Esai

image
Ilustrasi. (PIXABAY/Carola68)

Itulah ke-“celaka”-an puisi esai yang dituduhkan oleh banyak orang. Tapi tidak setiap ke-”celaka”-an adalah buruk.  Dalam kasus puisi esai, jelas sekali bahwa kritik dan kecaman yang diarahkan kepadanya, termasuk dan terutama kepada Denny JA selaku penggagasnya, justru membuatnya semakin matang dan berwibawa. Berbagai reaksi pro-kontra seakan menyediakan ruang bagi dirinya untuk diuji dalam laboratorium sejarah sastra. Sejauh ia mampu menyerap berbagai kritik itu menjadi vitamin, sejauh itu pula ia akan tumbuh dan berkembang. Faktanya sudah lebih dari satu dasawarsa polemik seputar puisi esai terus bergulir. Kehebohannya seakan tak kunjung usai. 

Keabsahan sebuah Angkatan

Diakui atau tidak, Denny JA akhirnya menjadi fenomena tersendiri dalam sastra. Selain karena kegaduhan-kegaduhan itu, juga karena visinya tentang masa depan sastra, dan khususnya puisi, yang ia kaitkan dengan era baru yang meniscayakan kebutuhan pada puisi genre baru, dengan kemasan baru, cara penyajian baru, dan melibatkan seni marketing dalam pemasaran karyanya, sehingga lebih dikenal masyarakat. Semua itu fenomena baru, belum pernah ada dalam sastra Indonesia.5 Maka klaim bahwa generasi puisi esai telah lahir sebagai angkatan baru dalam sastra Indonesia menjadi absah.

Pengkategorian puisi esai ke dalam angkatan tersendiri dilakukan berdasarkan karakteristik yang konsisten dan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan sastra. Puisi esai memiliki ciri khas yakni antara lain, seperti sudah disebutkan di atas, adanya catatan kaki yang merujuk pada suatu peristiwa, dan berdasarkan peristiwa itu penyair menulis puisinya. Jadi puisi esai ditulis bukan berdasarkan pada imajinasi kosong. 

Sudah banyak penulis yang terinspirasi dan menciptakan karya-karya dalam format puisi esai. Artinya, genre ini memengaruhi perkembangan sastra Indonesia secara lebih luas. Perkembangan itu menyangkut evolusi dalam rentang waktu tertentu. Dan puisi esai absah menjadi sebuah angkatan karena ia terbukti memiliki daya tahan dan evolusi dalam jangka panjang.

Apalagi, dalam konteks ini, kita melihat adanya penerimaan dan pengakuan yang melibatkan para pengkaji, kritikus, akademisi, dan masyarakat luas. Menurut Agus R. Sarjono, jumlah kritik, bahasan, atau kajian mengenai puisi esai cukup berlimpah dan ditulis oleh pakar dari beragam latar belakang, mulai dari sastrawan seperti Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, Leon Agusta, Acep Zamzam Noor, Eka Budianta, Joko Pinurbo.  Juga kajian dari Jamal D. Rahman, Nenden Lilis Aisyah, Hanna Fransisca, S.M. Zakir, dsb, intelektual seperti Ignas Kleden, Berthold Damshäuser, Jakob Sumardjo, maupun akademisi seperti Dr. Ramzah Danbul, Prof. Ayu Sutarto, Dr. Sunu Wasono, Prof. Madya Dr. Haji Ampuan Haji Tengah, dan lain-lain.

Satu hal mencolok yang menjadi pembeda antara Angkatan Puisi Esai dengan Angkatan Sastra sebelumnya adalah bahwa Angkatan Puisi Esai melengkapi dirinya bukan hanya dengan karya-karya yang berlimpah namun juga  dengan antologi kritik, bahasan, dan kajian yang dilakukan oleh para sastrawan dan akademisi. 

Akhirnya, mari kita ucapkan: Selamat datang angkatan baru, Angkatan Puisi Esai. Kehadiran Anda semua merupakan pengakuan atas kontribusi signifikan genre ini terhadap dunia sastra nasional. Melalui langkah ini, kita tidak hanya menghormati para penyair yang telah berkontribusi dalam pertumbuhan dan perkembangan puisi esai, tetapi juga membuka jalan bagi generasi baru untuk terus berkarya dan berinovasi dalam bidang sastra.***

Penulis Ahmad Gaus AF adalah penyair dan esais. 

Tulisan ini disiapkan untuk menyambut Festival Puisi Esai II di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, 13-14 Desember 2024.

Halaman:
1
2
3
4
5

Berita Terkait