Kisah Luqmanul Hakim dan Seekor Keledai, dan Lahirnya Angkatan Puisi Esai
- Minggu, 15 Desember 2024 15:22 WIB
Seperti halnya juga pada deklarasi atas pemunculan Angkatan Puisi Esai kali ini, satu polemik besar pasti akan terjadi. Dan itu hal yang lazim, karena bagaimanapun tak ada satu hal di dunia ini yang mampu menyeragamkan satu pendapat. Tuduhan paling keras yang sudah pasti bisa diduga, yang akan dengan tegas menolak lahirnya Angkatan Puisi Esai adalah: bahwa gerakan ini dimunculkan oleh sebuah kekuatan dengan desain terencana/ by design.
Pertanyaannya, adakah sebuah angkatan lahir tanpa desain? Bisa dipastikan semua angkatan sastra Indonsia dilahirkan by design. Ia lahir dan dirumuskan oleh seorang pelopor. Direncanakan dengan matang, dirumuskan dengan tegas, lalu diwujudkan. Tanpa desain yang matang dan terencana, tak akan lahir sebuah angkatan.
Di alam demokrasi, sebuah pandangan baru layak untuk dihargai. Seperti pelangi, semakin banyak komposisi warna akan semakin menambah keragaman dan keindahan. Puisi Esai adalah satu bentuk warna yang muncul diantara warna-warna lain yang telah ada. Dan setiap warna berhak untuk ada.
***
Nukilan kisah Luqmanul Hakim dengan seekor keledai yang merupakan pembuka dari tulisan ini, adalah parodi yang menggambarkan betapa sulit menyatukan pandangan setiap orang pada sebuah nilai kebenaran. Masing-masing orang memiliki sudut pandangnya sendiri, yang mereka anggap paling benar.
Demikian pula halnya dengan lahirnya Angkatan Puisi Esai, akan ada banyak sudut pandang berbeda yang masing-masing mengklaim menjadi sebuah kebenaran. Hanya waktu yang kelak akan membuktikan, apakah Angkatan Puisi Esai akan sirna, ataukah justru akan terus bersinar menerangi jalannya sejarah sastra Indonesia.
Yogyakarta, 10 Desember 2024.***