Denny JA Foundation Berikan Penghargaan dan Hibah Pendanaan kepada Tiga Penulis
- Penulis : M. Ulil Albab
- Senin, 09 Desember 2024 07:06 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Tiga penulis menerima penghargaan dan bantuan hibah dana dari Yayasan Denny JA Foundation.
Ketika penulis yang mendapatkan penghargaan dari Denny JA Foundation tersebut adalah Ahmad Tohari, Esther Haluk, dan Murdiono Mokoginta.
Dalam siaran pers Denny JA Foundation, dijelaskan bahwa Ahmad Tohari dianugerahi penghargaan Lifetime Achievement Award 2024, dari Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA atas kualitas karya dan dedikasinya sebagai penulis selama lebih dari 40 tahun.
Baca Juga: Mengapa Penulis Pemenang Nobel, Ernest Hemingway Bunuh Diri? Banyak Dugaan Penyebabnya
Esther Haluk dari Papua diberi penghargaan Dermakata Award 2024, kategori fiksi atas kualitas karyanya, dan menyuarakan suara mereka yang terpinggirkan di Papua.
Sedangkan Murdiono Mokoginta dari Bolmong diberi penghargaan Dermakata Award, kategori nonfiksi atas kualitas karyanya dan riset untuk sejarah lokal masyarakatnya di Bolmong.
Dermakata Award, baik fiksi maupun nonfiksi, diberikan oleh Lembaga Kreator Era AI.
Masing-masing pemenang memperoleh Piagam Penghargaan dan hadiah dana.
Jumlah dana Rp50 juta untuk Lifetime Achievement Award, dan Rp35 juta masing-masing untuk Dermakata Award.
Adapun terpilihnya para pemenang tersebut atas kerja berjenjang para juri.
Para juri terdiri dari Anwar Putra Bayu (Sumatra), Dhenok Kristianti (Jawa), Hamri Manopo (Sulawesi), I Wayan Suyadna (Bali), Muhammad Thobroni (Kalimantan), Victor Manengke (Papua), dan Okky Madasari.
Untuk Lifetime Achievement Award, Anwar Putra Bayu sebagai ketua.
Untuk Dermakata Award, Okky Madasari sebagai ketua.
Baca Juga: Hadiah Nobel Sastra 2024 Dianugerahkan Kepada Penulis Korea Selatan Han Kang
Pemenang diseleksi secara bertahap dari daerah, lalu diusulkan ke pusat.
Yayasan Denny JA Foundation menerangkan alasan Ahmad Tohari, Esther Haluk, dan Murdiono Mokoginta pantas menerima penghargaan dan hibah dana abadi.
Penerima Lifetime Achievement Award 2024 dari SATUPENA, Ahmad Tohari disebut sebagai penulis yang menyuarakan kegelisahan manusia.
Denny JA Foundation mengatakan bahwa sedikitnya ada tiga alasan Ahmad Tohari terpilih untuk menerima penghargaan.
Pertama, Tohari adalah penjaga jiwa desa. Dalam setiap karya Tohari, desa bukan hanya latar, tetapi denyut nadi dari cerita itu sendiri.
Dari trilogi "Ronggeng Dukuh Paruk" hingga "Di Kaki Bukit Cibalak", Tohari menempatkan desa sebagai ruang hidup yang penuh warna, tradisi, dan perjuangan.
Baca Juga: SATUPENA Akan Diskusikan Teologi Harapan dengan Narasumber Penulis Senior Komaruddin Hidayat
Ia melukiskan harmoni antara manusia, alam, dan adat istiadat dengan kejujuran yang melampaui romantisme.
Di saat modernisasi sering kali meminggirkan narasi masyarakat kecil, Tohari mengangkatnya ke panggung utama sastra.
Suaranya adalah nyala lilin bagi identitas budaya yang terus terancam.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika 221 Penulis Bersaksi soal Pemilu dan Demokrasi di Indonesia, Tahun 2024
Kedua, ia adalah saksi dan suara keadilan sosial.
Karya-karyanya adalah perenungan mendalam atas ketimpangan, eksploitasi, dan pergolakan politik.
"Kubah" menggambarkan perjalanan seorang mantan komunis dalam mencari pengampunan, sementara "Orang-Orang Proyek" mengungkap praktik korupsi yang merugikan rakyat kecil.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Retreat para Penulis untuk Kemerdekaan
Tohari tidak sekadar bercerita, ia merenungkan kompleksitas moral manusia dalam konteks sosial yang tak adil. Keberanian ini menjadikan Tohari lebih dari seorang sastrawan; ia adalah saksi zaman yang menolak berdiam diri.
Ketiga, ia adalah penghubung spiritualitas dan kemanusiaan.
Dalam setiap paragrafnya, ada keseimbangan antara nilai-nilai spiritual dan realitas manusia.
Baca Juga: SATUPENA Catat Rekor MURI untuk Buku “Suara Penulis Soal Pemilu dan Demokrasi 2024"
Tohari memadukan keduanya tanpa terjebak pada dogma. Baginya, spiritualitas adalah tentang pengertian yang mendalam terhadap sesama dan alam semesta.
Pesan-pesan universal ini menjadikan karyanya relevan di tengah dunia yang semakin terfragmentasi.
Lebih dari itu, Ahmad Tohari adalah pelita yang tidak hanya menerangi jalannya sendiri, tetapi juga jalan bagi generasi penulis masa depan.
Baca Juga: Denny JA Hibahkan Dana Abadi Ratusan Juta Rupiah untuk para Penulis
Ia adalah bukti bahwa sastra dapat menjadi jembatan untuk merawat warisan budaya, menantang ketidakadilan, dan menyentuh inti kemanusiaan.
Penghargaan Lifetime Achievement Award bukan hanya sebuah pengakuan atas dedikasi panjang Tohari dalam sastra.
Ini adalah penghormatan kepada suara yang telah menjadikan desa, keadilan, dan spiritualitas sebagai wajah sejati Indonesia.
Dermakata Award 2024 Kategori Fiksi diberikan kepada Esther Haluk berdasarkan salah satu karyanya yang monumental adalah "Nyanyian Sunyi" (2021).
Buku puisi ini bukan hanya sekadar kumpulan kata-kata indah, tetapi juga refleksi mendalam tentang kehidupan di Papua.
Esther menggambarkan ketidakadilan sosial, kekerasan, dan perjuangan sehari-hari dengan bahasa yang lugas dan menggugah.
Karya ini menjadi medium advokasi yang kuat, menyoroti diskriminasi berlapis yang dialami perempuan Papua: sebagai perempuan, sebagai masyarakat adat, dan sebagai korban konflik berkepanjangan.
Esther Haluk memenuhi dua kriteria utama penerima Dermakata Award 2024 untuk kategori Fiksi yakni kualitas sastra dan dampak sosial.
Melalui "Nyanyian Sunyi" (2021), ia mengangkat isu-isu yang jarang tersentuh, seperti hak perempuan, kekerasan dalam konflik, dan perjuangan identitas budaya Papua.
Ia menjadikan sastra sebagai alat untuk membangun kesadaran kolektif, baik di tingkat nasional maupun global.
Dedikasinya tidak berhenti pada karya, tetapi meluas ke berbagai forum advokasi, menunjukkan keberanian dan konsistensi yang luar biasa.
Sebagai penulis dari wilayah konflik, Esther menghadapi tantangan besar, dari stigma hingga hambatan struktural.
Namun, keterbatasan itu justru menjadi bahan bakar bagi kreativitas dan keberaniannya.
Ia tidak hanya menulis untuk dirinya sendiri, tetapi untuk komunitas yang diwakilinya.
Dermakata Award 2024 adalah bentuk pengakuan atas keteguhan hati dan integritasnya.
Esther Haluk adalah bukti nyata bahwa sastra mampu menjadi suara bagi yang tak bersuara.
Ia menjadikan pena sebagai alat perjuangan, menyatukan estetika dan keberanian moral dalam setiap kata yang ia tulis.
Dengan "Nyanyian Sunyi", ia tidak hanya menciptakan karya seni, tetapi juga membangun jembatan empati bagi mereka yang hidup di bawah bayang-bayang konflik.
Sedangkan, Dermakata Award 2024, Kategori Nonfiksi diberikan kepada Murdiono Mokoginta.
Ia adalah seorang pencerita. Dengan semangat yang tak kenal lelah, ia menelusuri arsip-arsip kolonial Hindia Belanda untuk menghidupkan kembali kisah-kisah yang hampir terlupakan.
Dedikasinya menunjukkan bahwa sejarah tidak hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang memahami akar yang membentuk masa kini dan merancang masa depan yang lebih berdaya.
Dengan karya mutakhirnya, "Abad Transisi: Bolaang Mongondow dalam Catatan Kolonial Abad XIX-XX" (2024), Murdiono Mokoginta (Dion) tidak hanya mencatat sejarah. Ia juga menghidupkannya dengan bahasa yang ringan, namun tetap berbobot.
Buku ini mengungkap dinamika sosial, budaya, religi, dan politik Bolaang Mongondow pada abad ke-19 dan 20. Ia menawarkan wawasan yang mendalam sekaligus relevan.
Dion menjadikan buku ini dapat diakses oleh semua kalangan, dari akademisi hingga masyarakat umum, sebuah pencapaian yang jarang ditemui dalam literatur sejarah.
Penghargaan ini juga mengakui keberanian dan komitmen Dion untuk mendokumentasikan sejarah lokal. Di tengah arus globalisasi, fokus pada narasi lokal seperti yang Dion lakukan menjadi semakin penting.
Ia tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga memperkuat identitas komunitasnya. Buku ini adalah kado istimewa untuk HUT Kabupaten Bolaang Mongondow, sekaligus warisan bagi generasi mendatang.
Sebagai akademisi muda, Dion menunjukkan dedikasi luar biasa untuk memastikan bahwa sejarah Bolaang Mongondow tidak hanya dikenal, tetapi juga dihargai.
Ia telah membangun fondasi yang kokoh bagi studi sejarah lokal, membuka ruang peradaban baru bagi komunitasnya, dan menunjukkan bahwa narasi lokal dapat memiliki dampak global.
Murdiono Mokoginta adalah bukti bahwa sejarah tidak hanya milik masa lalu, tetapi juga alat untuk memahami siapa kita hari ini.
Melalui "Abad Transisi", ia mengajak pembaca untuk melihat Bolaang Mongondow bukan hanya sebagai tempat di peta, tetapi sebagai bagian penting dari narasi sejarah Indonesia.
Dermakata Award 2024 Kategori Nonfiksi adalah pengakuan atas dedikasinya yang tak tergoyahkan untuk menghidupkan kembali sejarah lokal, menjadikannya relevan dan inspiratif.
Dengan pena sebagai alatnya, Dion telah membuktikan bahwa kata-kata mampu membangun jembatan lintas generasi dan lintas budaya.***